Banner Pemprov
Pemkot Baru

Eksepsi Ditolak, Hakim Perintahkan Jaksa Lanjutkan Sidang Pokok Perkara Korupsi Proyek LRT Sumsel

Eksepsi Ditolak, Hakim Perintahkan Jaksa Lanjutkan Sidang Pokok Perkara Korupsi Proyek LRT Sumsel

Eksepsi Ditolak, Hakim Perintahkan Jaksa Lanjutkan Sidang Pokok Perkara Korupsi Proyek LRT Sumsel--Fadli

BACA JUGA:Kinerja Positif, LRT Sumsel Angkut 3,3 Juta Penumpang Per Triwulan III 2025

Dari uraian dakwaan yang telah dibacakan pada sidang beberapa waktu lalu, perkara ini berawal pada awal tahun 2016 tak lama setelah terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 116 Tahun 2015 tentang percepatan penyelenggaraan proyek LRT di Sumatera Selatan.

Dalam dakwaan disebutkan, Muhammad Choliq, selaku Direktur Utama PT Waskita Karya (Persero) Tbk, memerintahkan bawahannya Ir Tukijo (yang telah divonis dalam perkara terpisah) untuk menyediakan dana dari proyek pembangunan LRT di Palembang.


Suasana sidang pembacaan putusan sela terdakwa korupsi proyek LRT Sumsel Prasetyo Boeditjahjono--Fadli

Dana tersebut kemudian diserahkan kepada Prasetyo Boeditjahjono, yang kala itu menjabat sebagai Direktur Pelaksana Perkeretaapian di Kementerian Perhubungan.

Perintah itu juga diteruskan kepada dua terpidana lain, yaitu Ir IGN Joko Hermanto dan Ir Pius Sutrisno, yang masing-masing menjabat sebagai wakil kepala divisi PT Waskita Karya.

Dalam proses tersebut, terdakwa Prasetyo diduga melakukan pengkondisian dalam pemilihan penyedia jasa, yakni dengan menetapkan PT Perentjana Djaja sebagai pelaksana pekerjaan perencanaan teknis pembangunan prasarana LRT Kota Palembang.

Menurut jaksa, terdapat kesepakatan fee antara PT Perentjana Djaja dengan PT Waskita Karya yang diduga menjadi bagian dari praktik korupsi.

Selain itu, dalam pelaksanaannya ditemukan pekerjaan yang tidak sepenuhnya dikerjakan oleh rekanan, sehingga tidak sesuai dengan nilai kontrak yang telah disepakati.

Berdasarkan hasil audit dan penghitungan kerugian negara, perbuatan terdakwa Prasetyo Boeditjahjono diduga telah menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp74 miliar lebih.

Atas perbuatannya, terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18, serta Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu, Prasetyo juga dijerat dengan pasal gratifikasi sebagaimana diatur dalam Pasal 11 atau Pasal 13 UU Tipikor.

Dengan ditolaknya eksepsi tersebut, perkara besar yang menyeret mantan pejabat tinggi Kemenhub ini akan segera memasuki babak baru dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi di sidang berikutnya.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber:

Berita Terkait