BACA JUGA:Finda-Dedi Ajukan Eksepsi, Sebut Tidak Ada Kerugian Negara di Kasus Korupsi PMI Palembang
David bahkan sempat beberapa kali menolak permintaan markup tersebut, namun karena PMI merupakan pelanggan lama, ia akhirnya tetap memenuhi permintaan itu sebelum akhirnya berhenti total sejak 2024.
Awal mula praktik markup disebut bermula dari alasan sederhana—Mike meminta bantuan karena ada pembelian beras untuk donor yang membutuhkan tambahan nota.
Saksi Beberkan Praktik Markup Pembelian Beras 10 Kali Lipat di PMI Palembang, Seret Nama Bendahara--Fadli
Namun kebiasaan itu berlanjut hingga menjadi rutinitas setiap bulan. David juga menyebut bahwa alasan lain dirinya tidak berani menolak adalah karena Mike mengaku bahwa “orang atas sudah tahu”.
Dalam dakwaan sebelumnya, nama Fitrianti Agustinda disebut menerima aliran dana Rp2,4 miliar, sedangkan sang suami Dedi Sipriyanto diduga kecipratan Rp30 juta, dan Agus Budiman sebesar Rp144 juta.
Selain itu, keduanya juga disebut ikut menikmati dana lain sebesar Rp1,4 miliar, yang sejatinya diperuntukkan bagi kegiatan kemanusiaan PMI Kota Palembang.
Jaksa menyebut bahwa dana tersebut justru berbelok untuk kepentingan pribadi para terdakwa.
Atas perbuatannya, Finda dan Dedi didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU Tipikor, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan dakwaan subsidair Pasal 3 UU Tipikor.
Kesaksian David hari ini menambah daftar panjang indikasi penyimpangan anggaran di tubuh PMI Palembang.
Fakta baru terkait markup hingga 10 kali lipat tersebut kini menjadi sorotan publik sekaligus memperkuat konstruksi dakwaan jaksa bahwa korupsi di PMI berjalan sistematis dan terstruktur selama bertahun-tahun.
Persidangan akan kembali berlanjut pekan depan, dengan agenda pemeriksaan saksi lanjutan yang diharapkan dapat mengungkap lebih jauh aliran dana dan peran pihak-pihak terkait dalam praktik korupsi ini.