BACA JUGA:Finda-Dedi Ajukan Eksepsi, Sebut Tidak Ada Kerugian Negara di Kasus Korupsi PMI Palembang
Menanggapi hal itu, Prijo menjelaskan bahwa sistem pembayaran layanan BPJS bersifat paket, sehingga rumah sakit harus melakukan efisiensi anggaran di berbagai lini agar pelayanan tetap berjalan.
“BPJS membayar dengan sistem paket. Jadi walaupun mereka bayar ke rumah sakit Rp360 ribu, kami tetap setor ke PMI Rp490 ribu per kantong darah,” katanya.
Suasana sidang lanjutan pembuktian kasus korupsi PMI Kota Palembang menjerat Eks Wawako Finda dan Dedi--Fadli
Menurutnya, efisiensi dilakukan dengan menata ulang penggunaan biaya operasional atau mengoptimalkan pelayanan tanpa mengurangi mutu layanan kepada pasien.
“Itu yang masih jadi PR bagi kami. Tapi semua tetap dijalankan sesuai prosedur dan aturan yang berlaku,” tambahnya.
Saksi juga menerangkan bahwa sebelum dilakukan pembayaran, pihak rumah sakit selalu melakukan verifikasi berlapis terhadap permintaan darah dari setiap ruang rawat inap.
Data tersebut kemudian dicocokkan dengan laporan dari PMI mengenai jumlah darah yang benar-benar digunakan pasien.
“Permintaan darah dikirim ke PMI, setelah dikroscek dan diverifikasi baru diserahkan ke bagian keuangan untuk pembayaran,” jelasnya.
Prijo menegaskan, tidak ada permainan harga dalam proses pembayaran darah.
Menurutnya, semua pembayaran biaya pengganti darah dilakukan berdasarkan invoice resmi yang diterbitkan PMI Kota Palembang.
“Invoice yang kita bayar sesuai dan sah. Kami tetap ikuti regulasi serta isi perjanjian kerja sama (PKS) dengan PMI,” ujarnya menutup kesaksian.
Sidang yang menyoroti dugaan penyimpangan dana dalam pengelolaan biaya pengganti pengolahan darah PMI Kota Palembang, ini masih akan berlanjut dengan menghadirkan sejumlah saksi tambahan dari rumah sakit dan pihak BPJS.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Fitrianti Agustinda atau Finda disebut-sebut dalam dakwaan menerima aliran dana sebesar Rp2,4 miliar, sementara Dedi Sipriyanto Rp30 juta, dan Agus Budiman Rp144 juta.
Tak hanya itu, keduanya bersama-sama juga disebut menikmati dana sebesar Rp1,4 miliar.
Dana tersebut, yang semestinya digunakan untuk kegiatan kemanusiaan PMI, justru diselewengkan untuk kepentingan pribadi.