Bupati OKU Teddy Meilwansyah mendapat giliran pada sesi kedua, untuk memberikan keterangan sebagai saksi bersama sejumlah nama lainnya.
Kasus ini mencuat dari adanya dugaan pemberian uang suap kepada sejumlah anggota DPRD OKU sebagai imbalan atas pengesahan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2025 Kabupaten OKU, yang sebelumnya sempat mengalami kebuntuan (deadlock).
Kebuntuan itu disebabkan oleh konflik dua kubu besar di DPRD, yakni kubu Bertaji (Bersama Teddy–Marjito) dan kubu YPN YESS (Yudi Purna Nugraha–Yenny Elita).
Dalam proses pembahasan anggaran tersebut, sejumlah anggota dewan diduga mengusulkan paket proyek Pokir senilai Rp45 miliar.
Namun karena usulan itu tidak bisa dimasukkan langsung ke dalam APBD, muncul kesepakatan antara pihak legislatif dan eksekutif, untuk memberikan jalan lain — melalui pemberian fee proyek kepada para anggota dewan.
Dari mekanisme inilah aliran dana suap diduga mengalir ke beberapa anggota DPRD OKU.
Nama-nama pihak swasta seperti Sugeng dan M. Fauzi alias Pablo bahkan ikut terseret dalam penyidikan pertama beberapa waktu lalu.
Keduanya sudah lebih dulu divonis bersalah dalam perkara terpisah yang masih memiliki kaitan erat dengan kasus fee proyek Pokir ini.
Atas perbuatannya, para terdakwa dijerat dengan Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, dengan alternatif Pasal 12 huruf a atau Pasal 11, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP serta Pasal 64 ayat (1) KUHP tentang perbuatan berlanjut.