PALEMBANG, SUMEKS.CO - Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pemalsuan dokumen surat tanah di Jalan Tol Betung-Tempino Jambi seluas 34 hektare, yang jerat dua terdakwa atas nama Amin Mansyur eks pegawai BPN Muba dan Yudi Herzandi selaku Asisten 1 Setda Muba, kembali digelar di PN Tipikor Palembang, Selasa, 22 Juli 2025.
Dalam sidang dihadapan majelis hakim Fauzi Isra SH MH, kuasa hukum terdakwa Yudi Herzandi (YH), menghadirkan ahli hukum pidana dari Universitas Al Azhar Prof Dr Suparji Ahmad SH MH.
Dalam sidang keterangan ahli terkait unsur-unsur pasal 9, apa beda pemalsuan yang diatur di 263 dengan 266 dibedakan dengan Pasal 9 UU Tipikor agar kita tidak salah kaprah?, dengan perbadingan pemalsuan surat dengan pemalsuan buku yang ada di Tipikor dan KUHP yang pertama tentang subyek di 263 bisa menyasar ke siapapun ke setiap orang.
"Kemudian di konteks pasal 9 tadi hanya terbatas pegawai negeri atau yang mendapat kuasa, kemudian terkait perbuatan adalah membuat dan memalsu sementara di Pasal 9 UU Tipikor, hanya memalsu yang ketiga obyeknya dalam pasal 263 yang dapat menimbulkan atau menghapuskan piutang sedangkan dalam Tipikor, tadi adalah berakibat dalam konteks pemeriksaan administrasi di pasal 263 dapat menimbulkan kerugian dalam konteks Tipikor tidak ada klausul kerugian itu dalam konteks keseluruhan UU Tipikor tidak lepas dari kerugian negara atau perekonomian nasional," ungkapnya
BACA JUGA:Meski Kondisi Sakit, Haji Halim Saksi Sidang Korupsi Lahan Tol Betung-Tempino Tegaskan Soal Ini
"Sedangkan yang lain tentang tindak pidana nya dengan demikian penyidikannya dilakukan oleh aparat kepolisian sedangkan Tipikor tadi dilakukan KPK, kejaksaan tetapi dalam konteks Kejaksaan dan KPK tadi tidak dapat melakukan penyidikan terhadap yang pasal 263 tetapi ada persamaannya dalam konteks mengapa ini dilarang mengapa ini diatur jika ada pemalsuan buku atau kemudian daftar tadi itu akan memberikan dampak yang lain obyeknya di 263 tadi adalah surat sedangkan di Tipikor tadi adalah buku atau daftar, buku, daftar dan surat itu adalah hal yang berbeda, dalam konteks pasal 9 tadi adalah buku atau daftar," tambahnya
Ahli juga menyampaikan, dalam perkara ini negara tidak dirugikan, kedua kepentingan umum dilayani, ketiga terdakwa tidak diuntungkan, dalam kasus pengadaan tanah, ganti rugi belum dibayarkan kepada pemilik.
"Artinya uang negara masih utuh, kedua terdakwa tidak dapat untung, ketiga PSN tadi masih berjalan mengacu pada Penlok pembaruan yang dibuat berdasarkan putusan pengadilan, apakah bisa kalaupun ada sifat melawan hukum dengan mengaitkan 3 tadi, bahwa tentunya pertanggungjawaban atas dugaan melawan hukum dalam rangka memberikan keadilan ketika kemudian ada tanggung jawaban hukum seseorang atas suatu tindak pidana yaitu dalam rangka memberikan keadilan," tuturnya.
"Keadilan itu tidak ada dalam pasal tidak ada dalam buku, keadilan itu ada pada hati nurani, kita tanya pada hati nurani paling dalam disitulah letak keadilan, maka ketika seorang tidak dapat apa-apa, proyek berjalan sebagaimana mestinya, masyarakat terlayani, tidak ada kerugian negara, apakah menjadi tindak melawan hukum? maka untuk itu ketika pemenuhan unsur melawan hukum terpenuhi dalam konteks konstruksi pasal tidak terpenuhi maka yang bersangkutan tidak dapat dikategorikan sebagai melawan hukum baik itu memalsukan buku atau daftar baik itu perbuatan percobaan atau pembantuan," tambahnya.
Usai sidang, Kuasa Hukum YH, Nurmala mengatakan, melihat fakta persidangan yang menghadirkan Ahli Pidana, pihaknya berkeyakinan besar bahwa kliennya bisa dibebaskan dari segala dakwaan.
"Jadi jelas fakta persidangan yang menghadirkan Ahli Pidana tadi, bahwa buku tidak sama dengan surat pernyataan penguasaan fisik tanah, buku tidak sama dengan daftar, kami yakin klien kami dibebaskan dari segala dakwaan," kata Nurmala.
Menurutnya, ia sempat bertanya kepada Ahli Pidana, apabila salah satu unsur tidak terbukti, apakah seseorang bisa dijerat hukum, maka jawaban dari Ahli Pidana adalah tidak bisa.