BACA JUGA:Puluhan Massa Datangi Kejati Sumsel Sampaikan Dugaan Korupsi Desa Bukit Batu OKI
Alat ini bersifat portabel, mudah dioperasikan oleh tenaga medis terlatih di puskesmas atau klinik, serta memungkinkan hasil pemeriksaan dikirim secara digital kepada dokter spesialis saraf di lokasi lain untuk dianalisis.
Dukungan kebijakan yang mendorong adopsi teknologi seperti POC EEG penting untuk mempercepat deteksi dini epilepsi dan gangguan pada sistem syaraf (neurologis) lainnya secara merata di seluruh wilayah Indonesia.
Menurut dokter Aris, kolaborasi antara dokter, akademisi, dan teknologi sangat penting.
“Penelitian bersama bisa dilakukan di fasilitas terpencil, pasien dengan gejala epilepsi bisa diperiksa dengan POC EEG, dan dibaca oleh dokter saraf yang tidak harus berada di lokasi yang sama,” ujarnya.
BACA JUGA:Bukan Mitos! Ini 7 Manfaat Nyata Jeruk Nipis untuk Kesehatan Tubuh
BACA JUGA:Heboh Beras Premium Oplosan, Wabup Netta Indian Tinjau Pabrik PT Wilmar dan Kaget Temukan Ini!
Dalam diskusi tersebut, Head of Medical & Pharmacovigilance PT Wellesta, dr. David Laksono Sigit, mencontohkan keberhasilan penggunaan POC EEG di negara lain.
“Dengan alat ini, masyarakat di tempat terpencil kini bisa mendapatkan akses diagnosis epilepsi, angka deteksi meningkat, dan kualitas hidup pasien membaik,” ujarnya.
Praktik baik dari negara lain ini menunjukkan bahwa dengan dukungan teknologi dan kebijakan yang tepat, transformasi sistem deteksi epilepsi juga mungkin dilakukan di negara berkembang seperti Indonesia.
Dengan dukungan regulasi, pembiayaan, serta pelatihan tenaga kesehatan, teknologi ini dapat menjadi bagian integral dari sistem rujukan nasional berbasis telemedisin yang inklusif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat, khususnya di daerah.
Pada akhirnya, epilepsi bukan akhir dari segalanya. Dengan diagnosa dan pengobatan yang tepat, orang dengan epilepsi selalu memiliki harapan.
Mereka bisa bersekolah, bekerja, menjalani hidup mandiri, dan menorehkan prestasi.