"Untuk Pokir DPRD ini kan ada ketentuan besaran Pokir, dan keputusan besaran Pokir ini dari pejabat tertinggi di Kabupaten OKU," ujarnya.
Asep juga menjelaskan, KPK akan mendalami adanya pejabat tinggi di OKU terkait mendahulukan pencairan uang untuk uang muka proyek.
Padahal, Pemda OKU kala itu sedang mengalami permasalahan cash flow karena uang yang ada diprioritaskan untuk membayar THR, TPP dan penghasilan perangkat daerah.
"Sedang kurang anggaran tapi diputuskan pembayaran uang muka proyek bisa didahulukan. Dari itu kita dalami," jelasnya.
BACA JUGA:KPK Resmi Tetapkan Kadis PUPR hingga 3 Anggota DPRD OKU Sebagai Tersangka Suap Fee Proyek
BACA JUGA:ALAMAK, DPRD OKU Minta Jatah 20 Persen Proyek Pokir Rp96 Miliar, Kadis PUPR Kutip 2 Persen
Sementara Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Setyo Budiyanto juga menegaskan, bahwa ada komitmen pembagian fee sembilan proyek Pokir pada Dinas PUPR OKU tahun 2024-2025 yang terdiri dari jatah fee untuk DPRD OKU 20 persen dan fee Dinas PUPR OKU 2 persen.
"Terkait fee ini mulanya tersangka NOP (Nopriansyah) selaku Kepala Dinas PUPR OKU menawarkan sembilan proyek kepada MFZ (M Fauzi alias Pablo) dan ASS (Ahmad Sugeng Santoso) tersangka dari pihak swasta sehingga disepakati komitmen fee, yakni jatah fee untuk DPRD OKU 20 persen dan untuk fee Dinas PUPR OKU 2 persen hingga total fee keseluruhan yakni 22 persen," jelasnya.
Masih dikatakannya, untuk pengadaan sembilan proyek tersebut dilakukan pengondisian oleh tersangka Nopriansyah (NOP) selaku Kepala Dinas PUPR OKU.
"Dengan adanya pengondisian maka sembilan proyek tersebut semuanya dikerjakan MFZ (M Fauzi alias Pablo) dan ASS (Ahmad Sugeng Santoso) tersangka dari pihak swasta. Dimana dalam proses pengadaan proyek, kedua tersangka dari pihak swasta ini meminjam sejumlah perusahaan atau CV, jadi istilahnya pinjam bendera perusahaan lain," tandasnya.