SUMEKS.CO - Pemerintah Indonesia tengah menyusun Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP), seiring dengan akan diberlakukannya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional pada Januari 2026 mendatang.
Untuk memastikan RUU KUHAP merepresentasikan nilai-nilai keadilan dan perlindungan hak asasi manusia (HAM), Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) secara aktif melibatkan koalisi masyarakat sipil dalam proses penyusunannya.
Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward O.S. Hiariej, atau yang akrab disapa Eddy, menyatakan bahwa pemerintah ingin mendengar dan mengakomodasi masukan dari seluruh pemangku kepentingan. Tujuannya adalah merumuskan KUHAP yang benar-benar menjawab kebutuhan dan harapan masyarakat.
“Masukan dari teman-teman koalisi masyarakat sipil dan Kementerian/Lembaga akan sangat menentukan KUHAP. Kami menginginkan formulasi terbaik yang mampu mewujudkan proses hukum yang adil dan tidak sewenang-wenang,” ujar Eddy dalam Rapat Koordinasi dan Penyusunan Daftar Inventarisasi Masalah yang diselenggarakan pada Selasa, 27 Mei 2025 di Hotel JS Luwansa, Jakarta.
BACA JUGA:Kemenkum Babel Gelar Sosialisasi Virtual E-Harmonisasi untuk Permohonan Raperda Daerah
BACA JUGA:Kanwil Kemenkum Babel Harmonisasi Dua Ranperda Inisiatif DPRD Bangka Selatan
Salah satu prinsip utama yang diusung dalam pembentukan KUHAP baru adalah “due process of law” atau proses hukum yang adil, yang bertujuan mencegah penyalahgunaan wewenang oleh aparat penegak hukum serta menjamin hak-hak tersangka, terdakwa, korban, dan saksi.
Dalam forum tersebut, hadir lima lembaga yang tergabung dalam koalisi masyarakat sipil, yaitu: Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM), Indonesia Judicial Research Society (IJRS) dan Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP).
Mewakili ICJR, Maidina Rahmawati mengungkapkan bahwa terdapat sembilan isu krusial yang diusulkan koalisi untuk dimasukkan dalam RUU KUHAP.
Salah satunya adalah judicial scrutiny, atau pengawasan oleh pengadilan, sebagai mekanisme checks and balances dalam proses penegakan hukum.
BACA JUGA:Kanwil Kemenkum Babel Gelar Rapat Harmonisasi 4 Ranperkada dari Pemkab Bangka Tengah
“Kami ingin judicial scrutiny menjadi bagian dari KUHAP, agar ada mekanisme pengawasan yudisial terhadap tindakan aparat, serta forum pengaduan atas pelanggaran prosedural,” kata Maidina.
Selain itu, koalisi menyoroti pentingnya perlindungan HAM dalam pelaksanaan upaya paksa, termasuk prinsip habeas corpus, syarat izin pengadilan, serta perlunya alasan hukum yang kuat.
Koalisi juga menekankan Jaminan tindak lanjut laporan pidana, Mekanisme investigasi yang akuntabel, Penguatan peran advokat, Sistem pembuktian yang adil, Sidang terbuka untuk umum, Batasan penggunaan sidang elektronik, Mekanisme penyelesaian perkara non-litigasi dan Pemenuhan hak saksi, tersangka, dan korban.