Salah satu langkah strategis yang telah dilakukan adalah pemasangan GPS collar pada kawanan gajah. Langkah ini bertujuan untuk memantau pergerakan gajah secara real-time guna memprediksi potensi konflik.
BACA JUGA:Gajah Perang Thailand Lolos ke Semifinal ASEAN Cup 2024 Usai Tumbangkan Singapura 4-2
“Melalui GPS collar, kami bisa mengetahui posisi gajah secara langsung dan melakukan tindakan preventif sebelum terjadi konflik,” jelasnya.
Pemerintah juga telah merencanakan pembangunan tanggul gajah sepanjang 38 kilometer dan pagar kejut sepanjang 10 kilometer di wilayah yang sering dilalui gajah.
Ini bertujuan adalah untuk mengurangi interaksi negatif serta melindungi hasil pertanian dan keselamatan warga.
“Pembangunan ini penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem sekaligus melindungi masyarakat,” ujar Teguh.
BACA JUGA:TPS 001 Lebung Gajah Palembang Nyoblos Ulang Hari Ini, Gegara Pemilih Salah Coblos
Selain pembangunan tanggul fisik, pemerintah bersama masyarakat juga menanam tanaman yang tidak disukai gajah di perbatasan permukiman. Ini disebut sebagai ‘tanggul vegetasi’.
Dimana tanaman tersebut meliputi kakao, kelengkeng, mangga, manggis, matoa, petai, rambutan, sawo, serai wangi, dan sukun timun.
BKSDA Sumsel juga mendorong pembentukan desa mandiri konflik sebagai upaya pemberdayaan masyarakat dalam menghadapi potensi interaksi dengan gajah.
“Penyadartahuan dan peningkatan kapasitas masyarakat di koridor Sugihan–Simpang Heran terus dilakukan agar mereka mampu melakukan mitigasi secara mandiri,” ucapnya.
BACA JUGA:Pemungutan Suara Ulang di Desa Gajah Mati OKI Selesai, Paslon HDCU dan Muchendi-Supriyanto Unggul
BACA JUGA:Ini Penyebab Pemungutan Suara Ulang di TPS 1 Desa Gajah Mati Kecamatan Sungai Menang OKI
Sebagai bentuk keseriusan, telah didirikan Posko Pagarapat di Air Sugihan. Posko ini merupakan kolaborasi antara masyarakat dari lima desa, perusahaan pemegang konsesi, dan Balai KSDA Sumatera Selatan.