Ia menyebutkan bahwa perusahaannya mendapatkan kontrak untuk proyek Retrofit Soot Blowing setelah adanya informasi mengenai kerusakan pada alat tersebut.
BACA JUGA:Siaga Bencana, PTBA Kirim Bantuan dan Tim Tanggap Darurat ke Sukabumi
BACA JUGA:Tingkatkan Kesejahteraan Masyarakat, PTBA Adakan Pelatihan Pengolahan Madu dan Penanganan Hama
Nehemia juga menjelaskan bahwa pada saat awal, harga untuk pengadaan Soot Blowing adalah sebesar Rp 52 miliar, namun setelah ada perubahan harga, proyek tersebut disepakati dengan harga 1 juta Euro per unit.
Ia mengungkapkan bahwa barang tersebut dikirimkan dari Jerman melalui Singapore sebelum akhirnya sampai di Indonesia.
Dalam keterangan Nehemia, ia juga menyebutkan bahwa pihaknya bekerja sama dengan PT Austindo sebagai perwakilan dari perusahaan asal Jerman, Clyde Bergerman, dalam pengadaan barang tersebut.
Namun, keterangan Nehemia mulai dipertanyakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
JPU menganggap bahwa keterangan yang disampaikan oleh Nehemia dalam persidangan berbeda dengan apa yang disampaikannya saat dihadirkan sebagai saksi sebelumnya.
Jaksa mengingatkan bahwa Nehemia telah disumpah dan seharusnya memberikan keterangan yang konsisten dengan apa yang telah diungkapkan sebelumnya.
Dalam perkara ini, diduga bahwa para terdakwa bekerja sama dengan pihak-pihak terkait untuk melakukan mark-up harga dalam pengadaan Soot Blowing, yang berujung pada kerugian negara.
PT Truba Engineering, yang dipimpin oleh Nehemia dengan saham mayoritas 95 persen, menjadi kontraktor yang memenangkan lelang pengadaan Soot Blowing.
BACA JUGA:PTBA, KAI, dan Semen Baturaja Tingkatkan Kapasitas Bongkar Batu Bara di Kertapati
Sementara itu, Budi Widi Asmoro sebagai pejabat PLN yang bertanggung jawab dalam proses ini turut serta dalam pengelolaan anggaran dan pengadaan barang tersebut. Adapun PT Austindo, yang berperan sebagai perwakilan perusahaan asal Jerman, juga disebut terlibat dalam proses pengadaan barang.