SRITEX, Pernah Produksi Seragam NATO Jerman, dari Kejayaan Tekstil Hingga Keruntuhan

Minggu 02-03-2025,13:22 WIB
Reporter : Suci MH
Editor : Rakhmat MH

Sejak awal berdirinya, Sritex terus memperluas lini bisnisnya.

 Pada tahun 1978, perusahaan ini berganti nama menjadi PT Sri Rejeki Isman dan membangun pabrik penenunan pertamanya.

 Tidak hanya fokus pada produksi tekstil biasa, pada tahun 1984 Sritex dipercaya untuk memproduksi seragam militer NATO dan Jerman, sebuah pencapaian luar biasa bagi industri tekstil Indonesia. 

Dengan keberhasilan tersebut, Sritex mulai melebarkan sayapnya hingga menampung empat lini produksi sekaligus, yakni pemintalan, penenunan, penyelesaian, dan garmen.

Pada tahun 2013, Sritex mencapai puncak kejayaannya dengan melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI). 

Tahun demi tahun, perusahaan ini semakin berkembang dengan mengakuisisi perusahaan lain, termasuk PT Primayudha Mandirijaya dan PT Bitratex Industries pada tahun 2018. 

Keberhasilannya tidak hanya dalam skala nasional, tetapi juga internasional.

Produk-produk Sritex diekspor ke berbagai negara dan dipercaya oleh merek-merek besar dunia seperti H&M, Walmart, K-Mart, dan Jones Apparel.

BACA JUGA:Wako Ridho Yahya Geram, 40 Warga Prabumulih yang Magang ke PT Sritex Pulang

BACA JUGA:Wako Ridho Yahya Geram, 40 Warga Prabumulih yang Magang ke PT Sritex Pulang

Pandemi dan Awal Kejatuhan

Ketika pandemi Covid-19 melanda pada tahun 2020, Sritex masih mampu bertahan dengan strategi bisnis yang cukup inovatif.

 Mereka berhasil mendistribusikan 45 juta masker dalam waktu tiga minggu, sekaligus mengekspor produknya ke Filipina untuk pertama kalinya. 

Namun, badai finansial yang mengintai sejak pandemi mulai menghantam perusahaan ini.

Masalah utama yang dihadapi Sritex bukan hanya berkurangnya permintaan global, tetapi juga beban utang yang kian menumpuk.

 Ditambah lagi, persaingan industri tekstil semakin ketat, terutama dari negara-negara dengan biaya produksi lebih murah seperti Vietnam dan Bangladesh. 

Kategori :