Jamaah Ansharut Daulah dan Jejak Terorisme di Indonesia
Jamaah Ansharut Daulah (JAD) merupakan kelompok militan di Indonesia yang berafiliasi dengan kelompok ekstremis internasional, terutama Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
Kelompok ini telah terlibat dalam berbagai serangan besar di Indonesia, termasuk pengeboman di Surabaya pada tahun 2018 dan serangan bom bunuh diri di depan Gereja Katedral Makassar pada tahun 2021.
JAD juga terkait dengan sejumlah tokoh teroris asal Malaysia yang pernah aktif di Indonesia, yaitu Dr. Azahari dan Noordin M. Top.
Pada 2017, Departemen Dalam Negeri Amerika Serikat secara resmi menyatakan JAD sebagai organisasi teroris.
Pengadilan di Jakarta Selatan kemudian mengeluarkan keputusan pada 31 Juli 2018 yang melarang aktivitas JAD, memberikan dasar hukum bagi aparat untuk menindak seluruh aktivitas organisasi dan anggotanya.
Keputusan ini memungkinkan Densus 88 untuk melakukan penangkapan terhadap anggota kelompok ini tanpa perlu menunggu aksi kriminal lebih lanjut.
JAD juga pernah menggemparkan publik Indonesia ketika dua anggotanya terlibat dalam penyerangan terhadap Menteri Pertahanan Indonesia, Wiranto, pada 10 Oktober 2019.
BACA JUGA:Segera di Bioskop, Film Bagman Hadirkan Sosok Menyeramkan Penuh Teror dari Masa Lalu
Serangan tersebut mengakibatkan Wiranto mengalami luka serius dan harus menjalani perawatan di rumah sakit.
Insiden ini semakin menegaskan ancaman nyata yang datang dari kelompok ekstremis yang mengadopsi kekerasan sebagai metode perjuangan.
Tindakan Preventif dan Imbauan Kepada Masyarakat
Penangkapan yang dilakukan oleh Densus 88 di Jawa Tengah ini menunjukkan bahwa aktivitas terorisme masih menjadi ancaman serius di Indonesia.
Brigjen Trunoyudo mengimbau masyarakat untuk tidak mudah terpengaruh oleh paham radikal dan menghindari kelompok-kelompok yang menyebarkan kebencian dan ajakan untuk melakukan kekerasan.
Ia mengingatkan bahwa pemerintah dan aparat keamanan terus berupaya menjaga keamanan masyarakat dengan menindak tegas aktivitas yang berpotensi menimbulkan gangguan keamanan.
“Ketika melihat ada aktivitas mencurigakan atau konten media sosial yang mengarah pada ajakan kekerasan dan radikalisme, masyarakat hendaknya melapor ke pihak yang berwenang,” tambah Brigjen Trunoyudo.