Akhirnya BPJPH dan MUI Selaraskan Penamaan Produk Halal, Tuyul Tuak Beer, dan Wine Jadi Sorotan Publik
Serpong, sumeks.co- Adanya produk-produk dengan nama kontroversial seperti "tuyul," "tuak," "beer," dan "wine" yang menerima sertifikat halal memicu Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) untuk segera mengambil langkah konsolidatif bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Komite Fatwa Produk Halal.
Pertemuan yang digelar di Serpong pada Selasa, 8 Oktober 2024 ini menghasilkan sejumlah keputusan penting untuk menyelesaikan polemik penamaan produk halal yang menuai perdebatan di masyarakat.
Dalam pertemuan tersebut, hadir Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham, Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal Mamat S Burhanudin, Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh, serta Ketua Komite Fatwa Produk Halal Zulfa Mustofa.
Pertemuan ini bertujuan untuk meninjau dan mencari solusi bagi 151 produk halal bersertifikat yang nama-namanya dianggap bermasalah.
BACA JUGA:Merokok di Kawasan Masjid Nabawi dan Masjidil Haram, Siap-Siap Didenda Besar Pemerintah Arab Saudi
Nama Bermasalah pada Sertifikasi Halal: Fakta dan Data
Muhammad Aqil Irham mengungkapkan bahwa dari sekitar 5.314.453 produk yang telah mendapatkan sertifikasi halal, terdapat 151 produk dengan nama-nama yang disinyalir mengandung konotasi yang tidak sesuai dengan fatwa MUI.
Meskipun jumlah tersebut hanya 0,003% dari total produk, masalah ini cukup serius karena berpotensi mengurangi kepercayaan publik terhadap sistem jaminan halal yang telah dibangun.
Aqil menjelaskan bahwa dari 151 produk tersebut, terdapat dua kategori: sebanyak 30 produk dikecualikan dan 121 produk lainnya harus mengalami penyesuaian nama.
Aqil juga menambahkan bahwa produk-produk ini bersumber dari dua skema sertifikasi halal, yakni skema reguler dan skema self-declare.
BACA JUGA:Beredar Fatwa MUI Boikot Produk Israel, Masyarakat Diminta Hindari 121 Produk Afiliasi Israel
BACA JUGA:Produk Israel Tamat, Rusia Sukses Memajukan Produk Lokal Sejak Mulai Perang vs Ukraina
Dalam skema reguler, produk mendapatkan penetapan halal dari Komisi Fatwa MUI, sementara dalam skema self-declare, penetapan halal dilakukan oleh Komite Fatwa Produk Halal.
“Rapat ini bertujuan untuk mengidentifikasi secara rinci berdasarkan data yang ada, dan menyepakati langkah-langkah solutif bersama Komisi Fatwa MUI dan Komite Fatwa Produk Halal,” ungkap Aqil.