SUMEKS.CO - Sejumlah hakim di Indonesia melakukan cuti bersama selama 5 hari, mulai Senin 7 hingga 11 Oktober 2024. Aksi cuti bersama ini adalah bentuk protes dimana menuntut kenaikan gaji dan tunjangan yang tidak pernah mengalami penyesuaian sejak 2012.
Terkait hal ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) merespon adanya aksi cuti bersama massal yang dilakukan oleh para hakim.
Presiden Jokowi mengatakan, permintaan kenaikan gaji dan tunjangan hakim itu masih dalam kajian kementerian/lembaga terkait.
"Semuanya masih dalam kajian dan perhitungan di Menpan, Menkumham, dan juga Kemenkeu," kata Jokowi usai meresmikan pembukaan BNI Investor Daily Summit di JCC, Jakarta Pusat, Selasa 8 Oktober 2024.
BACA JUGA:Meski Dukung Sikap IKAHI, Hakim PN Palembang Tegaskan Sidang dan Administrasi Tetap Berjalan
BACA JUGA:Besok, Hakim PN Palembang Nyatakan Sikap, Dukung Penuh Gerakan Solidaritas Hakim se-Indonesia
Lanjutnya, jadi semuanya baru dihitung dan dikalkulasi. Dimana sejumlah hakim dari berbagai daerah di Indonesia sebelumnya melakukan gerakan cuti mulai 7 hingga 11 Oktober 2024 mendatang.
Para hakim ini menuntut pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan para hakim melalui gaji dan tunjangan yang disebut tidak pernah mengalami penyesuaian sejak 2012.
Disampaikan Juru Bicara Solidaritas Hakim Indonesia Fauzan Arrasyid, gerakan tersebut sebagai bentuk protes damai untuk menunjukkan kepada pemerintah bahwa kesejahteraan hakim adalah isu yang sangat mendesak.
Fauzan menganggap ketidakmampuan pemerintah untuk menyesuaikan penghasilan hakim tersebut sebagai sebuah kemunduran dan berpotensi mengancam integritas lembaga peradilan.
BACA JUGA:Hakim Cuti Bersama Massal, Kejari OKI Tunda Satu Pekan Sidang Perkara
BACA JUGA:Ribuan Hakim Cuti Bersama, PN Kayuagung OKI Besok Tetap Gelar Sidang
Diungkapkannya, ini sebabnya tanpa kesejahteraan yang memadai, hakim bisa saja rentan terhadap praktik korupsi karena penghasilan mereka tidak mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.
Sambungnya, apalagi Mahkamah Agung telah mengeluarkan Putusan Nomor 23P/HUM/2018 yang secara tegas mengamanatkan perlunya peninjauan ulang pengaturan penggajian hakim.
Jadi dengan demikian, pengaturan penggajian hakim yang diatur dalam PP Nomor 94 tahun 2012 saat ini menurut Fauzan sudah tidak memiliki landasan hukum yang kuat.