Lama-lama porsi sel buruk akan melebihi sel baik di otak kita. Lalu apa-apa dilihat dari sisi gelapnya saja. Tidak terbuka pada pandangan lain. Merasa benar sendiri. Bahkan menanamkan ke pikiran orang lain bahwa saya lah yang benar. Narasi dan tafsir saya lah yang benar.
BACA JUGA:Antusiasme Warga Banjarmasin Pecah Sambut Kontingen Palembang di Karnaval JKPI 2024
BACA JUGA:ZTE Nubia Play 5G Mengusung Desain Tanpa Notch Bikin Tampilan Lebih Luas dan Impresif
Dan itu banyak terlihat di dunia ini. Hanya karena tua, dia merasa paling benar. Hanya karena kesohor merasa dia yang benar. Melihat keadaan seperti itu saya hanya berucap, Astagfirullah. Semoga Allah SWT masih sempat menyadarkan dia kelak. Sebelum dicabut nyawanya.
Dunia yang kita jalani sekarang ini, menurut salah satu puisi Sapardi Djoko Damono, adalah dunia baja. Keras. Tetapi tentu kita tidak boleh ikut terbawa oleh kekerasan itu. Memiliki jiwa, hati, justru manusia mencoba menciptakan sebuah dunia yang manusiawi.
Dunia yang ramah. Dunia yang nyaman. Dunia yang dikonsep sebagai milik bersama. Saling menghargai dan tidak menjadikannya arena gontok-gontokan.
Kalaupun Anda disikat, dihajar, dizalimi, ya terus berusaha untuk meredamnya, agar tidak ikut rusak. Kalau rusak, yang rugi diri sendiri. Soal ini saya teringat Sapardi, dosen dan pembimbing saya semasa kuliah di Fakultas Sastra UI.
BACA JUGA:Smartphone Itel P65, Gunakan Teknologi Charging Case, Gak Perlu Powerbank!
BACA JUGA:Misteri Mayat Tergantung di Soak Batok Ogan Ilir, Putri Korban Minta Tolong Hotman Paris
Dia dosen baik, yang menerima kapan saja kalau kami datang sekadar ngobrol di rumahnya, waktu itu masih kontrakan di bilangan Kayu Putih Rawamangun, ataupun ketika sudah pindah ke Depok.
Obrolannya tentang suasana kampus yang kurang nyaman. Rektor Nugroho Notosusanto, gurubesar yang juga jenderal TNI, menjadi antitesis rektor sebelumnya Mahar Mardjono, yang dekat dan mau menerima sikap kritis mahasiswa.
Bukan hanya mahasiswa, dosen pun ikut merasa kurang bebas karena sikap rektor yang keras pro pemerintah, tidak lagi menjunjung kebebasan akademis. Apa kata Pak Sapardi?
“Jangan ambil hati. Berapa lama sih umur kekuasaan mereka? Akan ada waktunya mereka selesai. Ya mudah-mudahan penggantinya akan lebih baik.”
BACA JUGA:Info BMKG: Prediksi Cuaca Palembang Hari Ini 21 September 2024, Siap-siap Suhu Naik
Waktu itu tentu saya bersikeras untuk mengambil sikap berseberangan. Melawan dan melawan. Dengan demo. Menyegel ruang kuliah di kampus. Tetap saja kekuasaan Soeharto bertahan dan perlu banyak tahun untuk melihat kemudian Orde Baru tumbang pada tahun 1998, karena ketika menjadi mahasiswa bimbingan Sapardi Djoko Damono, saya sudah lulus tahun 1982 dan menjadi wartawan ketika terjadi Orde Reformasi.