JAKARTA, SUMEKS.CO - Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia (HAM), Dhahana Putra, baru-baru ini menyoroti tren peningkatan kasus anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) di Indonesia.
Fenomena ini memicu kekhawatiran masyarakat dan mendorong pemerintah untuk lebih serius dalam menangani masalah ini.
Peningkatan kasus kejahatan seperti pembunuhan dan kekerasan seksual yang melibatkan anak-anak menjadi perhatian khusus dalam konteks ini.
Menurut Dhahana, kondisi tersebut menimbulkan dorongan publik agar pemerintah segera mengambil langkah-langkah yang lebih efektif dalam mencegah dan menangani ABH.
BACA JUGA:Akhirnya IKN Dibuka untuk Umum Hari Ini, Warga Membludak
"Harus diakui, meningkatnya kasus kejahatan seperti pembunuhan dan kekerasan seksual yang melibatkan anak belakangan ini, menimbulkan pertanyaan bagaimana agar pendekatan restorative justice kepada ABH dapat berjalan dengan efektif," kata Dhahana.
Secara konstitusional, hak-hak anak telah dijamin secara tegas dalam Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, yang menyatakan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, berkembang, dan mendapatkan perlindungan dari kekerasan serta diskriminasi.
Hal ini menunjukkan bahwa negara memiliki kewajiban melindungi anak-anak dari pelanggaran hukum, baik sebagai pelaku maupun korban.
Dhahana menjelaskan bahwa pendekatan restorative justice menjadi salah satu langkah penting dalam menyelesaikan kasus ABH di Indonesia.
BACA JUGA:Bawaslu Ajak Masyarakat Lempuing Jaya OKI Aktif Awasi Pilkada
BACA JUGA:Update Harga Samsung Galaxy A05s, Smartphone Rp2 Jutaan dengan Spesifikasi Tiada Tanding Dikelasnya
Restorative justice merupakan sebuah konsep yang mengutamakan pemulihan bagi semua pihak yang terlibat dalam tindak pidana, termasuk pelaku dan korban.
Dalam konteks anak-anak, pendekatan ini bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi anak untuk memperbaiki kesalahannya tanpa harus melalui proses peradilan yang keras.
Di Indonesia, restorative justice secara resmi diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA).
Undang-undang ini menekankan pentingnya pendekatan restorative justice dalam menangani kasus pidana yang melibatkan anak-anak.