Tahun ini, terdapat alokasi subsidi LPG sebesar Rp 87,5 trilliun. Sehingga sejak tahun 2019, total subsidi yang diberikan pemerintah untuk gas sudah mencapai Rp 460,8 trilliun.
BACA JUGA:Pastikan Coklit Sesuai Prosedur, Bawaslu Prabumulih Patroli Pengawasan
BACA JUGA:Halal Makin Terjamin! BPJPH Cetak Rekor Baru dengan 1,8 Juta Sertifikat Halal
Dengan fakta bahwa mayoritas LPG berasal dari impor, maka dapat diperkirakan total nilai impor LPG selama periode 2019-2023 mencapai Rp 288 trilliun.
Dengan membandingkan total biaya subsidi LPG dalam periode yang sama (yakni sebesar Rp 373 trilliun), maka rasio biaya impor LPG mencapai 77% dari total subsidi LPG. Jika digabung dengan subsidi tahun ini, total biaya subsidi dan nilai impor tersebut mencapai Rp 833,8 triliun.
Besaran tersebut sangat signifikan karena mencerminkan devisa yang hilang serta opportunity loss yang subtansial, terutama apabila dapat digunakan untuk pembangunan dan pengembangan jargas kota.
Tanpa ada perubahan signifikan dalam kebijakan jargas, subsidi LPG akan terus membebani anggaran Pemerintah ke depannya. Sebagai ilustrasi, apabila 50% dari total akumulasi dana subsidi LPG digunakan untuk pembangunan jargas kota, dengan asumsi 1 sambungan rumah (SR) = Rp 10 juta, maka dapat dibangun 23 juta SR dalam periode 5 tahun.
BACA JUGA:Kisah Aco Nelayan yang Selamat Musibah di Labuan Bajo, Dapat Perahu Baru dari Raffi Ahmad
BACA JUGA:Komedian Patrick Spicer Roasting Penontonnya, Seorang Penyidik Investigator Kejahatan Perang Israel
Tidak hanya ini akan melewati target RPJMN, peralihan ini juga akan berdampak signifikan terhadap penurunan impor LPG dan penghematan devisa bagi negara.
Ketua KPPU juga berpendapat bahwa skema jargas dapat dikembalikan lagi ke skema APBN yang pernah dilaksanakan sejak tahun 2011-2019 dan berhasil mencapai sekitar 600 ribu SR.
Serta menyetop penggunaan APBN untuk pembangunan pipa transmisi yang tidak ekonomis secara sisi permintaan, seperti Cisem, Dumai-Semangke, atau ruas lainnya.
“Ruas-ruas tersebut berdekatan dengan industri, antara lain Kawasan Industri Kendal, Kilang Batang, Kilang Balongan, dan Kilang Patimban, sehingga dipastikan akan menarik banyak minat investasi BUMN, BUMD, atau swasta untuk pembiayaan pembangunannya. Jadi APBN dapat digunakan pada proyek strategis nasional yang lebih tepat untuk mewujudkan energi berkeadilan”, jelas Ifan.
BACA JUGA:Pemohon Pembuatan dan Perpanjangan SIM di Satpas Polres OKI Capai 80 Permohon Setiap Hari
BACA JUGA:Persaingan Final Four Putaran Pertama Berlangsung Sengit Usai Popsivo Libas Pertamina Enduro
Lebih lanjut, untuk menunjang adopsi penggunaan jargas tersebut, diperlukan kebijakan alokasi gas dari sisi hulu sampai ke distribusi yang tranparan oleh Kementrian ESDM.