JAKARTA, SUMEKS.CO – M. Fanshurullah Asa, Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), menyatakan bahwa jaringan gas kota (jargas) menawarkan solusi yang lebih optimal dibandingkan subsidi LPG yang saat ini mencapai Rp 830 triliun per tahun.
Pembangunan jargas diharapkan dapat memberikan solusi jangka panjang untuk permasalahan subsidi LPG dan membantu mewujudkan ketahanan energi nasional.
KPPU memang mengkritik kebijakan jargas saat ini karena dianggap belum memberikan perubahan yang signifikan.
Akibatnya, subsidi LPG masih terus membebani anggaran negara. Subsidi LPG diperkirakan mencapai Rp 830 triliun per tahun, dan angka ini diprediksi akan terus meningkat di masa depan.
BACA JUGA:Pencuri Emas dan Uang di Ogan Ilir, Berhasil Diamankan Polsek Tanjung Batu Kurang dari 24 Jam
Untuk itu, guna menghemat anggaran Pemerintah, Ketua KPPU akan mendorong pemerintahan yang baru untuk berani menempuh langkah peralihan subsidi gas LPG 3Kg kepada pembangunan jargas kota, dan secara bertahap mengurangi alokasi subsidi untuk wilayah yang akan dibangun jaringan gas tersebut.
Hal ini disampaikan Ketua KPPU dalam kegiatan diskusi dengan media terkait Kinerja 100 Hari Anggota KPPU Periode 2024-2029 yang dilaksanakan pada 3 Juli 2024.
“Dibutuhkan kepemimpinan yang kuat dan berani dalam mengambil langkah strategis untuk mengganti subsidi gas LPG menjadi perluasan jaringan gas kota demi menghemat APBN, karena penggunaan subsidi saat ini tidak tepat sasaran,” tegas Ifan, panggilan akrab Ketua KPPU.
Sebagai informasi, pengembangan jargas termasuk dalam Program Strategis Nasional (PSN) mengacu pada Peraturan Presiden No.56 Tahun 2018. Pengembangan jargas juga masuk dalam RPJMN 2020-2024, dimana telah ditetapkan target penggunaan jargas sampai 2024 yang mencapai 4 juta SR.
BACA JUGA:Madrasah Cerdas, Guru Berkompeten: Bekali Guru Madrasah dengan Metode Gasing
BACA JUGA:Wedding Expo 2024 Kembali Dibuka, Anita Noeringhati Sampaikan Ini
Namun sayangnya realisasi jargas sampai dengan tahun 2024 hanya mencapai 20% dari target APBN. Hal ini dapat disebabkan oleh kebijakan monopoli kepada PT. Pertamina Gas Negara, Tbk. yang tidak membuka dan berhasil melibatkan BUMD dan swasta untuk melakukan investasi di jargas kota.
Keterbatasan jaringan pipa gas mengakibatkan konsumen bergantung pada LPG khususnya kemasan 3g. Data menunjukkan bahwa konsumsi LPG 3Kg terus meningkat tiap tahun, sementara LPG (non subsidi) stagnan dan cenderung turun dan terindikasi beralih ke LPG bersubsidi.
Tercatat, tingkat konsumsi LPG 3Kg meningkat dari 6,8 juta MT di 2019 menjadi 8,07 juta MT di 2023 (tumbuh 3,3% secara rata rata dalam lima tahun terakhir). Sejalan dengan hal tersebut, biaya subsidi LPG 3Kg terus meningkat (rata rata tumbuh 16% selama 5 tahun), dari Rp 54,1 triliun pada tahun 2019 menjadi Rp 117,8 triliun di tahun 2023.