Ketiga, adanya suara sumbang dari pihak yang mempersoalkan timing perdamaian yang dianggap bermasalah.
Seolah-olah perdamaian terjadi setelah ditetapkan tersangka itu secara hukum tidak bisa dilakukan. Padahal sebelum atau sesudah penetapan tersangka dilakukan itu sah-sah saja secara hukum.
BACA JUGA:Penyidik Renakta Polda Sumsel Cecar Oknum Dokter dengan 30 Pertanyaan Terkait Kasus Dugaan Asusila
"Terhadap pihak yang mempersoalkan perdamaian ini kami menilai itu sangat lucu dan kami nilai ada motivasi lain dari pihak tersebut," ujar dia lagi.
Keempat, terhadap pihak yang mengatakan perdamaian tidak dapat menghentikan proses hukum pidana yang sedang berjalan, maka pihaknya menyampaikan itu tidak berdasar.
Pernyataan itu, tambah dia, terbantah secara teoritis maupun secara praktis. Secara teoritis, perdamaian dibenarkan secara hukum. Landasan asasnya pidana itu "Ultimum Remedium" atau pidana sebagai upaya hukum terakhir.
Perdamaian itu hak korban sebagai pelapor, Normanya pada kasus ini merujuk pada Pasal 65 ayat 1 UU Tindak Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) terhadap hak korban yang diatur dalam peraturan perundang undangan itu dinyatakan tetap berlaku.
BACA JUGA:Barang Bukti Rekaman CCTV Rumah Sakit, Redho: Oknum Dokter Selama 26 Menit Tanpa Didampingi Perawat
Selanjutnya, Perkapolri Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restorative Justice (RJ) menjadi salah satu peraturan perundang undangan yang berlaku sebagaimana dimaksudkan dalam UU TPKS tersebut.
Adapun berkaitan dengan Perdamaian sebagai dasar penghentian perkara, menurut Perkapolri 8 tahun 2021 pada Pasal 5 dan Pasal 6 telah dijelaskan, bahwa selain tindak pidana terorisme, tindak pidana korupsi, tindak pidana keamanan negara dan tindak pidana terhadap nyawa orang, maka tindak pidana lain dapat dilakukan RJ.
Keterntuan ini merupakan syarat materil untuk dapat dilakukannya RJ. Adapun syarat formilnya adalah adanya perdamaian itu sendiri, yang outputnya nanti perkara dapat dihentikan dengan dasar RJ.
Secara faktual, para pihak sudah berdamai secara patut, dan ruang untuk dilakukan perdamaian dibenarkan menurut hukum. Sehingga apabila terdapat pihak yang mengatakan perdamaian dan tidak dapat menghentikan perkara, pernyataan tersebut missleading.
BACA JUGA:Kasus Oknum Dokter Cabul Istri Pasien, Polisi Dapati Bukti Rekaman CCTV Korban Jalan Sempoyongan