Tujuan Syaikh Ahmad Yassin ini adalah mengajak mereka berkegiatan seperti olahraga, belajar wawasan ilmu lain serta melakukan amal sosial.
Dari kebiasaan inilah yang menjadi titik awal pendirian Universitas Islam Gaza yang sangat beliau tekuni segala kegiatannya sebagai pengisi.
Tidak hanya anak-anak berprestasi, Syaikh Ahmad Yassin juga memperhatikan pendidikan anak-anak kecil di lingkungan sekitarnya.
Salah satu muridnya bernama Nizar Rayyan yang mengatakan bahwa Syaikh Ahmad Yassin seringkali pulang terlambat karena membuat kelompok pembinaan di sekolahnya dengan beberapa muridnya.
Dari kelompok pembinaan tersebutlah, Syaikh Ahmad Yassin mengajarkan tata cara shalat, perbaikan akhlaq dan membaca Al-Qur’an yang baik dan benar.
Setelah muridnya mau berkomitmen untuk shalat lima waktu serta terbiasa membaca Al-Qur’an, Syaikh Ahmad Yassin mengajak murid binaan kelompoknya untuk berpuasa sunnah terutama senin dan kamis.
Namun apa yang dilakukan oleh Syaikh Ahmad Yassin justru mendapat banyak protes dari orang tua murid karena kondisi orang-orang Palestina yang saat itu sedang jauh dari Islam.
Meski begitu, Syaikh Ahmad Yassin terus menerus mengobarkan semangat perjuangan para jamaah shalat dari mimbar Masjid Al-Abbas di daerah Al-Remal.
Semenjak itulah Syaikh Ahmad Yassin keluar masuk penjara, mendapat penyiksaan dan pengancaman dari Zionis.
Kekuatan karakter dari Syaikh Ahmad Yassin inilah yang membuat gentar zionis karena beliau tidak tunduk sedikit pun meski telah disiksa dengan berbagai cara.
Disisi lain, beliau telah membentuk kekuatan mental dan karakter yang matang pada generasi anak-anak yang tumbuh dewasa hingga hari ini.
Di akhir riwayat Syaikh Ahmad Yassin, beliau dibunuh pada hari Senin, 22 Maret 2004 ketika helikopter Israel menghantamkan tiga roket ke kendaraan Syaikh Yassin. Peristiwa itu terjadi seusai shalat subuh dan ketika beliau sedang dalam keadaan berpuasa.(*)