Yang mana, kata Fadhly masyarakat hanya menggunakan pakaian biasa, tidak seperti sebutan replika haji yakni menggunakan pakaian ihram dan lain sebagainnya.
Akan tetapi, dirinya saat mengikuti tradisi unik tersebut hanya menemukan beberapa kegiatan keagamaan biasa layaknya merayakan Idul Adha seperti salat dipuncak gunung Bawakaraeng.
"Ada protokol, ada MC, ada imam dan khatib salat Idul Adha, dan kesemuanya berasal dari daerah Kindang-Bulukumba," terangnya.
Berkenaan dengan terminologi ibadah haji yang berkembang menjadi desas desus masyarakat, diluruskan Fadhly bahwa itu hanya sebuah istilah yang dipegang teguh oleh masyarakat sekitar gunung Bawakaraeng.
Fadhly menjelaskan, untuk membuka tabir tradisi unik tersebut perlu diawali dengan memaknai kata "haji" yang dilakukan oleh masyarakat Manipi di Makassar terlebih dahulu.
Dia menjelaskan, dalam masyarakat Manipi, terdapat terminologi Haji dalam bahasa Konjo yang mereka gunakan sehari-hari. Secara pelafalan, kata Haji menggunakan koma atas di akhiran katanya, menjadi Haji’ (Mks: Baji’). Kosakata ini secara hemat diartikan sebagai suatu yang baik atau kebaikan. Dia pun mengatakan ada adab-adab saat mendaki gunung tersebut.
Fadhly telah menafsirkan, adab-adab seperti rangkaian haji untuk mendapatkan hakikat nilai haji ternyata sebuah terminologi yang berlaku di masyarakat Manipi.
Dia menerangkan, aktifitas pendakian tersebut merupakan manifestasi dalam mendapatkan nilai-nilai kepercayaan dan tradisi yang baik .
"Nilai-nilai yang mampu meningkatkan sensitivitas spritual, sehingga pelaku tradisi unik tersebut merasa dirinya kembali suci," terangnya.
Masih menurut Fadhly, Gunung atau dalam bahasa Makassar Bulu' Bawakaraeng terlalu sempit dan kecil jika hanya membahas peristiwa lebaran hajinya.
"Ada banyak interdisiplin ilmu pengetahuan yang berkelindan dapat memberikan sense of life (kesadaran batiniah, lahiriah, hingga spiritual)," katanya.
Lebih lanjut diterangkan Fadhly, tradisi unit tersebut tidak terlepas dari sejarahnya yang tetap diyakini hingga sekarang ini.
Seperti diceritakan sejarawan Almarhum Dan Syaifuddin yakni adanya tokoh ulama kenamaan Kerajaan Gowa bernama Syekh Yusuf.