Abu Nawas menjawab anda tidak adil dan zalim. “Orang yang zalim itu adalah kita. Sedangkan tuan adalah pedang keadilan yang membalas keadilan,” jawab Abu Nawas
“Luar biasa. Jawabanmu sugguh menakjubkan,” jawab gubernur
Berikutnya mana lebih bermanfaat matahari atau bulan,” tanya gubernur.
BACA JUGA:Penelusuran Sejarah Palembang, Masyarakat Bisa Serahkan Naskah Kuno
Matahari terbit disiang hari bersamaan terangnya dunia. Maka menurutku bulan lebih bermanfaat bulan karena terbit diwaktu malam dan menerangi dunia. “Maka menurutku bulan lebih bermanfaat,” jawab Abu Nawas.
“Luar biasa. Jawabanmu nyeleneh tapi masuk akan,” ujarnya
Terakhir menurutmu, warna angin itu apa. “Warna angin merah,” jawab Abu Nawas.
“Kalau kita masuk angin dan dikerok makan warna kulit kita menjadi merah itu menunjukkan anginnya sedang keluar,” ujar Abu Nawas.
Mendengar jawaban Abu Nawas, gubernur tertawa terpingkal-pingkal. “Kau memang cerdas Abu Nawas. Apa yang dikatakan baginda raja tentangmu memang benar,” kata gubernur
Mendengar nama baginda raja Abu Nawas terkejut. “Sebetulnya aku tidak akan menghukum para sastrawan itu, mereka justru akan aku beri hadiah,” ujar gubernur
“Namun aku ngin menguji kebenaran ucapan raja perihal kecerdikanmu. Karena aku memancingmu datang kemari, “ ujarnya
Wah, ternyata saya kena tipu (prank) guman Abu Nawas.
Untuk pertama kalinya Abu Nawas kena tipu oleh seseorang. Biasanya Abu Nawaslah yang menipu dan mengerjai orang-orang dengan kecerdikannya.
Sepandai-pandai tupai melompat akan jatuh jua. Pribahasa ini mengartikan sepandai-pandai orang pasti sesekali akan terlihat bodoh juga. Begitulah yang dialami Abu Nawas.