Menurutnya, kedua terdakwa diyakini mengetahui perihal keberadaan sertifikat tersebut disimpan oleh DPW PKS Sumsel.
Karena, lanjut Martadinata tanah dan bangunan yang ada dalam sertifikat tersebut dibeli oleh DPW PKS Sumsel, dengan uang berasal dari infak umum anggota legislatif dari PKS se-Sumatera Selatan dalam tempo waktu kurang lebih 12 tahun.
Selain itu, menurutnya sejak tahun 2018, Erza Saladin, ada 5 kali melakukan negoisasi kepada DPW PKS Sumsel baik oleh dirinya langsung maupun mengirim utusannya.
“Persoalan yang sulit untuk dipenuhi adalah Erza Saladin meminta 3 buah aset DPW PKS Sumsel yang dibeli dari infak umum anggota legislatif dari PKS selama kurang lebih 12 tahun tersebut dibagi menjadi dua bagian. Sebagian untuk Erza Saladin dan sebagiannya lagi untuk DPW PKS Sumsel,” katanya.
Terhadap kebuntuan penyelesaian persoalan itulah akhirnya membuat Erza Saladin mengambil jalan pintas.
“Kita duga dia bekerja sama dengan mafia pertanahan sehinga muncul ide untuk membohongi Polda Sumsel dengan membuat surat keterangan hilang palsu dan juga membohongi BPN Kota Palembang,” tandasnya.