JAKARTA, SUMEKS.CO - Buntut dari keputusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menyidangkan perkara gugatan Partai Prima beberapa waktu lalu, berujung laporan ke Komisi Yudisial (KY).
Pelaporan tiga majelis hakim PN Jakarta Pusat itu merupakan imbas dari Putusan Nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst, yang memerintahkan KPU RI untuk menunda tahapan Pemilu 2024 selama dua tahun empat bulan. Adapun tim majelis hakim yang menyidangkan perkara perdara Partai Prima dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim T Oyong dengan Hakim Anggota Bakri dan Dominggus Silaban. Serta, panitera pengganti Bobi Iskandardinata.
Presiden Kongres Pemuda Indonesia (KPI) Pitra Romadoni menegaskan bahwa laporan terhadap tiga hakim PN Jakarta Pusat tersebut untuk mengetahui motif dalam mengeluarkan putusan pengadilan.
“Kita harapkan ke KY itu panggil hakimnya, periksa, dalami apa motif dan dasar pertimbangan-pertimbangan untuk memutus dan jelaskan kepada masyarakat. Pertanggung jawaban ini jangan karena memang Anda seorang hakim, Anda tiba-tiba memutus sesuka-sukanya, nggak bisa. Saya hormati Anda seorang hakim, wakil Tuhan di negara Indonesia ini, tapi ada masyarakat yang mengawasi, nggak bisa sesuka-sukanya,” kata Pitra Romadoni di Gedung KY, Jakarta, Senin 6 Maret 2023.
BACA JUGA:Pemilu Ditunda, KPU Ogan Ilir Tunggu Keputusan Pusat
Kata Pitra, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam mengeuarkan putusan, telah melampaui kewenangannya dalam mengadili perkara. Dia menilai, sengketa verifikasi administrasi partai politik peserta pemilu, merupakan kewenangan Bawaslu dan PTUN.
“Saya kira masyarakat Indonesia mengerti, terkait aturan hukum dan prosedur-prosedur bagian mengenai terkait dengan permasalahan parpol. Mana ada kaitan PN Jakpus mengadili persoalan parpol, itu adalah kewenangannya administrasi negara, yaitu kewenangan PTUN,” tegas Pitra. Praktisi hukum ini menyebut, putusan PN Jakpus yang memerintahkan KPU RI menunda tahapan pemilu, melanggar konstitusi negara. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 22 E Undang-undang Dasar 1945.
"Sudah jelas diatur konsitusi kita pemilihan umum itu dilaksanakan dalam 5 tahun sekali dan lebih aneh lagi, di amar putusan poin 2, yang bersangkutan menyatakan penggugat adalah parpol. Sedangkan penggugat orang perorangan,” beber Pitra. “Aneh nggak usah pengacara nggak usah sarjana hukum atau ahli hukum, apakah nama pribadi itu merupakan parpol. Kenapa hakim ini menyatakan ini parpol, sedangkan penggugat nama perserorangan ini. Di sini tercatat mohon maaf nih Agus Priyono dan Dominggus Oktavinus Togu,” pungkas Pitra.
Sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan yang dilayangkan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima), terkait gugatan perdata atas hasil verifikasi administrasi partai politik untuk Pemilu 2024. PN Jakpus menghukum KPU untuk menunda proses tahapan Pemilu 2024.
“Menerima gugatan penggugat (Partai Prima) untuk seluruhnya. Menyatakan penggugat adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi oleh tergugat (KPU RI),” demikian bunyi putusan PN Jakpus, Rabu (2/3). Putusan ini dibacakan pada Rabu 2 Maret 2023 oleh Ketua Majelis Hakim T. Oyong dengan Hakim Anggota Bakri dan Dominggus Silaban. Serta, panitera pengganti Bobi Iskandardinata. PN Jakpus meminta KPU sebagai pihak tergugat untuk tidak melanjutkan proses tahapan Pemilu 2024. Sehingga, KPU diminta untuk melakukan penundaan penyelenggaraan Pemilu 2024.
“Menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024, sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari,” pinta Hakim PN Jakpus. Selain menunda proses tahapan Pemilu, PN Jakpus juga meminta KPU sebagai pihak tergugat untuk melakukan ganti rugi sebesar Rp500 juta kepada pihak penggugat, dalam hal ini Partai Prima. “Menghukum tergugat membayar ganti rugi materiil sebesar Rp 500 juta kepada penggugat,” demikian putusan PN Jakpus.