OGAN ILIR, SUMEKS.CO - Wacana Pemerintah yang akan mewajibkan pembelian gas 3 kilogram harus menggunakan KTP, mendapat respon negatif dari sejumlah warga di Kabupaten Ogan Ilir.
Menurut salah seorang warga Desa Tanjung Atap, Ani, aturan tersebut dinilai terlalu ribet. Karena, masyarakat sudah susah, dengan adanya regulasi yang mewajibkan menggunakan KTP membuat warga semakin susah.
"Untuk apa coba buat aturan seperti itu, bikin ribet saja," ucap Ani, Jumat, 20 Januari 2023.
Ditambahkan Ani, daripada mengurusi pembelian gas 3 kilogram yang diwajibkan menggunakan KTP, Pemerintah dimintanya untuk mengurusi dana bantuan sosial yang tidak tepat sasaran.
"Seperti penerima PKH, justru itu yang banyak tidak tepat sasaran. Urusi itu dululah, jangan ngurusi gas," tegasnya.
BACA JUGA:Warga Miskin Menjerit, Beli Gas Melon 3Kg Harus Pakai KTP, Pak Jokowi yang Dilarang itu Orang Kaya
Sebagai anak pangkalan gas 3 kilogram di Desa Tanjung Atap, kata Ani, aturan yang akan diterapkan Pemerintah sedikit banyak berpengaruh pada penjualan gas melonnya nanti.
"Saya punya 200 tabung, itu saja susah jualnya, apalagi kalau nanti diterapkan pakai KTP," katanya lagi.
Sementara itu, Yati, salah seorang Ibu Rumah Tangga (IRT) di Desa Tanjung Pinang mengatakan, tidak setuju kalau pembelian gas 3 kilogram harus menggunakan KTP.
"Karena itu menyulitkan, kalau ternyata saya tidak masuk Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), bagaimana nantinya," ucapnya.
Sebagaimana diketahui, sesuai aturan Pemerintah, ada tiga jenis konsumen yang diperbolehkan menggunakan elpiji 3 kg, yaitu rumah tangga, usaha mikro, dan petani atau nelayan sasaran yang telah menerima pembagian paket konversi dari pemerintah.
Di luar dari tiga jenis konsumen tersebut, warga lain tidak diperbolehkan menggunakan elpiji 3 kg.
Bagi masyarakat yang sudah masuk dalam database Penyasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) dan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), dapat langsung melakukan pembelian dengan menunjukkan KTP.
Orang yang sudah masuk dalam DTKS dan P3KE adalah mereka yang dianggap miskin dan selama ini menjadi sasaran penerima bantuan sosial.