Mau Tahu Sejarah Nasi Ampera? ini Ceritanya

Kamis 12-01-2023,10:00 WIB
Reporter : Kms Fadli
Editor : Dendi Romi

PALEMBANG, SUMEKS.CO - Masakan  Padang tak diragukan lagi. Salah satu masakannya Rendang dinobatkan sebagai lauk terlezat di dunia.

Namun, ada yang menarik untuk diulas yakni porsi Nasi Padang pada tiap Rumah Makan Padang yang disajikan, dengan yang dibawa pulang atau dibungkus berbeda.

Porsi nasi Padang yang dibungkus jauh lebih banyak takarannya, dibandingkan dengan porsi Nasi Padang ketika makan langsung di tempat.

Jangan salah, takaran nasi bungkus Padang yang disebut dengan Ampera ternyata tidak ada hubungan dengan jembatan Ampera di Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan.

Sesuai dengan namanya Nasi Ampera singkatan Amanat Penderitaan Rakyat, diketahui bermula dari cerita salah satu pemilik restoran Padang yang pada zaman kolonial Belanda.

BACA JUGA:Perdana ke Indonesia, Mesut Ozil Langsung Suka Rendang

Pada zaman kolonial Belanda dahulu,  Nasi Padang hanya bisa dinikmati oleh kalangan saudagar-saudagar kaya dan para kompeni Belanda, yang selalu memenuhi meja restoran Padang kala itu.

Namun, pemilik rumah makan padang ingin orang-orang pribumi dapat menikmati juga masakan daerahnya sendiri. Maka, diakalilah dengan cara dibungkus.

Orang-orang pribumi dapat menikmati masakan daerah sendiri dengan cara tidak makan di tempat. 

Selain itu, tujuan banyaknya porsi nasi saat dibungkus untuk orang pribumi agar bisa berbagi dan ikut menikmati lezatnya masakan Padang antar warga pribumi lainnya.

Tidak hanya itu saja, selain porsi yang banyak harga nasi Ampera dibuat lebih terjangkau untuk masyarakat pribumi saat itu.

Maka dari itu, biasanya restoran atau rumah makan Padang yang berlabel Ampera jauh lebih murah dibandingkan dari harga biasanya.

BACA JUGA:Sentra Rendang Kota Padang di Lubukbuaya, Fasilitasnya Waw?

Versi lain juga mengatakan, masalah nasi yang disajikan saat dibungkus ini terkait biaya sabun cuci dan upah mencuci piring, yang mana makin sedikit orang yang makan di tempat akan mengurangi biaya pengeluaran untuk cuci piring.

Salah seorang pegawai restoran salah satu rumah makan di Palembang yang tidak ingin disebutkan namanya mengaku persoalan porsi ini telah ada sejak dahulu dan telah turun temurun. Bahkan sekadar ciri khas budaya saja.

Kategori :