MURATARA, SUMEKS.CO - Selama 51 tahun menjalin pernikahan tanpa legalitas kartu nikah, pasangan suami istri (pasutri) Dulmuri (63) dan Rosana (60), warga Desa Tanjung Raja Kecamatan Rawas Ilir Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara) Sumatera Selatan, akhirnya memiliki buku nikah. Kakek dan nenek serasa melepas masa lajang setelah ikut sidang isbat nikah di Kantor Urusan Agama, Kamis 10 November 2022.
Status pernikahan yang legal secara hukum negara, ibarat kopi diaduk dengan gula. Rasanya manis sangat cocok diseruput mengiringi suasana hati yang sedang berbunga. Aroma itu tercium jelas di raut wajah Dulmuri saat memeluk istrinya, Rohana, usai melangsungkan sidang isbat nikah di meja hakim agama.
Usai melangsungkan sidang, mereka hendak cepat-cepat pulang ke desanya yang berjarak 46 kilometer dari lokasi sidang isbat nikah di kantor Bupati Muratara, yang ada di Kecamatan Rupit. Jaraknya lumayan jauh, sekitar 2 jam perjalanan darat.
"Ya senang lah, dapat kartu nikah seperti melepas masa bujang (lajang). Selama ini kalau mau berurusan dengan negara, kami selalu ditanya mana kartu nikah, mana kartu nikah," cerita Dulmuri saat dibincangi SUMEKS.CO.
BACA JUGA:Asal Muasal Sejarah Pempek Palembang, Awalnya Disebut Kelesan
Pertanyaan itu, selalu tertanam di benaknya. Mengingat sudah setengah abat menjalani bahterah rumah tangga. Mulai dari mengurus akta kelahiran anak, pembuatan KTP, Kartu Keluarga, Jaminan Kesehatan, pinjaman perbangkan, hingga anak sekolah, pertanyaan ini tidak pernah bisa mereka hindari.
Namun saat ini, dia mengaku mengaku cukup superior. Karena sudah memegang buku nikah. Dulmuri menuturkan, sebelum memiliki kartu nikah mereka berdua sering menjawab dengan jawaban sederhana jika ditanya soal kartu nikah.
Seperti jaman dulu memang belum ada kartu nikah atau nikahnya cuma disaksikan keluarga. Namun jawaban itu sebetulnya mereka rekayasa. Dulmuri mengungkapkan jaman itu, memang sudah ada kartu nikah. Namun sengaja tidak diambil mengingat akses dan biaya yang harus mereka keluarkan tidak sedikit, sehingga tidak mengurusnya.
BACA JUGA:Dr dr R Soeharto Sastrosoeyoso Juga Pendiri dan Ketua Pertama PKBI
"Kami begawe di kebon, dulu pikir pikir kalau ngambek kartu nikah repot, jauh, jalan rusak biaya mahal. Jaman itu dak pulok banyak jugo dipakai kartu nikah," kata Dulmuri mengenang.
Rohana, ibu 5 orang anak dan kini memiliki 9 cucu, mengaku juga sering mendapat kendala serupa. Terutama saat anak anak mau masuk sekolah. Dia sering mendapatkan pertanyaan soal kartu nikah.
Untuk mengatasi masalah itu, pasangan ini melakukan dua cara. Seperti mengajak musyawarah pihak sekolah, hingga membuat akta kelahiran anak dengan jalan alternatif.
"Istilah kami nembaklah, supayo anak biso sekolah. Dari jaman itu sampai kini, nak umroh. ditanyo terus. Alhamdulillah hari ini sudah ado kartu nikah," timpalnya sumringah.
BACA JUGA:Kabupaten Muratara: Saksi Bisu Lokasi Perang Rebut Kemerdekaan Indonesia
Pelaksanaan sidang isbat Nikah itu dipimpin 6 hakim dari Pengadilan Agama Kota Lubuklinggau. Disaksikan sorotan ratusan pasang mata warga yang antusias. Menginggat mayoritas, peserta didominasi warga lanjut usia.