SUMEKS.CO, PALEMBANG - Sembilan saksi rekanan Bawaslu Kabupaten Muratara ungkap adanya penerimaan fiktif, dalam sidang pemeriksaan kasus dugaan korupsi hibah kegiatan Bawaslu Kabupaten Muratara tahun 2019-2020 atas nama terdakwa Munawir cs.
Menanggapi hal itu, JPU Kejari Lubuklinggau Agrim SH, diwawancarai usai sidang membenarkan keterangan saksi yang hadir pada sidang yang digelar, Selasa (16/8) perihal adanya kwitansi penerimaan fiktif kepada sejumlah rekanan Bawaslu Muratara saat itu.
"Seperti yang kita dengar tadi bersama, fakta keterangan saksi menerangkan memang ada banyak kwitansi fiktif atau bodong yang diterima dari Bawaslu Muratara saat pemeriksaan di Kejari Lubuklnggau," ungkap Agrin.
Bahkan, lanjut Agrin salah satu saksi pemilik CV Maha Prabu, kontraktor pengadaan barang dan jasa di tahun 2020 yang mana disebutkan CV Maha Prabu melaksanakan paket pengadaan barang meubiler di Bawaslu Muratara, yang turut difiktifkan oleh oknum Bawaslu Muratara.
"Dari keterangan saksi-saksi itu, makin menguatkan dakwaan yang telah kami dakwaan kepada para terdakwa," ujarnya.
Dilanjutkannya, untuk sidang selanjutnya akan dihadirkan dua saksi fakta lainnya, serta satu ahli dari BPKP.
Terpisah, Indra Cahaya penasihat hukum terdakwa Siti Zahro, bendahara Bawaslu Kabupaten Muratara menerangkan, sebagaimana tugas dan kewajiban seorang bendahara Bawaslu wajib menandatangani pengeluaran uang.
"Dari keterangan saksi di persidangan, ada juga yang tidak dibenarkan oleh klien kami, karena ada pengeluaran dana saat dirinya belum menjabat sebagai bendahara Bawaslu Muratara," kata Indra Cahaya diwawancarai usai sidang.
Namun, dirinya tidak menyangkal sebagaimana pengakuan kliennya ada kwitansi pengeluaran dana fiktif yang ditandatangani kliennya saat itu diluar aturan, sementara untuk stempel palsu kliennya menyebut tidak tahu karena itu didapatkan dari Korsek Bawaslu Muratara.
Kasus ini menjerat delapan orang terdakwa yakni anggota Bawaslu Kabupaten Muratara, yakni Munawir, M Ali Asek, Paulina, Kukuh Reksa Prabu, Siti Zahri, Tirta Arisandi, Hendrik dan Aceng Sudrajat.
Para terdakwa disangkakan telah melakukan dugaan korupsi dana hibah tahun anggaran 2019 dan tahun 2020 sebesar Rp2,5 miliar dari nilai total dana hibah Rp9,5 miliar untuk pelaksanaan kegiatan Pileg dan Pilpres ditahun 2019, serta pilkada Muratara di tahun 2020.
Dalam pelaksanaan kegiatan Bawaslu Muratara, ada kegiatan yang di Mark up serta difiktifkan diantaranya biaya sewa gedung laboratorium komputer SMA Bina Satria untuk seleksi anggota pengawas kecamatan (Panwascam) berbesar Rp40 juta, akan tetapi dari pelaksanaan tersebut pihak sekolah hanya menerima Rp11 juta.
Selain itu, untuk belanja publikasi kegiatan pada penyedia jasa, diantaranya media online sebesar Rp30 juta, namun nyatanya pembayaran itu fiktif atau tidak ada.
Serta dana hibah Bawaslu juga diberikan kepada masing-masing terdakwa sebesar Rp100 juta atas inisiatif terdakwa Munawir selaku ketua Bawaslu.
Atas perbuatannya, JPU menjerat para terdakwa dengan dakwaan memperkaya diri sendiri atau orang lain sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. (fdl)