Bekukan Lembaga Pers Kampus yang Memberitakan Kekerasan Seksual, IAIN Ambon Dilaporkan ke Ombudsman

Rabu 10-08-2022,07:07 WIB
Editor : Julheri

SUMEKS.CO, AMBON - Koalisi Pembela Lintas melaporkan Rektor Insitut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon Zainal Abidin Rahawarin dan Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis) Kementerian Agama (Kemenag) ke Ombudsman RI pada Selasa, 9 Agustus 2022.

Laporan itu dilakukan akibat dugaan maladministrasi dalam penanganan kasus kekerasan seksual dan pembekuan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Lintas di IAIN Ambon.

BACA JUGA:Ombudsman RI Buka Lowongan, Buruan Daftar

Koalisi menilai IAIN Ambon melakukan maladministrasi yakni: 1) melampaui kewenangan dengan mengkriminalisasi pengurus LPM Lintas; 2) melakukan pengabaian kewajiban hukum dengan membiarkan dan melindungi terduga pelaku penganiayaan terhadap pengurus LPM Lintas; 3) melakukan perbuatan melawan hukum dengan membekukan aktivitas LPM Lintas; 4) melakukan perbuatan melawan hukum dengan ancaman akademik terhadap pengurus LPM Lintas.

Selain itu, Koalisi menilai IAIN Ambon melakukan pengabaian terhadap dugaan kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus IAIN Ambon atas temuan yang dilakukan LPM Lintas.

Pengabaian Rektor IAIN Ambon atas dugaan kasus kekerasan seksual terjadi di lingkungan kampus IAIN Ambon menyebabkan tidak adanya kepastian penyelesaian. Sehingga korban kekerasan seksual tidak mendapatkan pemulihan atau rasa aman beraktivitas di lingkungan kampus.

Sementara, laporan terhadap Dirjen Pendis Kemena RI karena telah lalai dan mengabaikan kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh Terlapor I yang menimbulkan kerugian materiil dan atau imateriil bagi pengurus LPM Lintas.

BACA JUGA:Ombudsman Buka Posko Pengaduan Dikantor Dukcapil OKU

“Serangan terhadap LPM Lintas merupakan bentuk kesewenang-wenangan dan melanggar asas-asas pemerintahan yang baik serta tindakan yang tidak mencerminkan slogan Kampus Merdeka,” kata Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Ade Wahyudin, dalam keterangan resminya, Selasa (9/8/2022).

Sebelumnya, Senin, 14 Maret lalu—majalah Lintas edisi "IAIN Ambon Rawan Pelecehan" terbit. Lintas menemukan 32 orang diduga korban pelecehan seksual di Kampus Hijau—sebutan IAIN Ambon. Korban terdiri dari 25 perempuan dan 7 laki-laki. Sementara terduga pelaku perundungan seksual 14 orang. Di antaranya 8 dosen, 3 pegawai, 2 mahasiswa, dan 1 alumnus. Liputan pelecehan ini ditelusuri sejak 2017 dengan kasus terjadi sejak 2015-2021.

IAIN Ambon melalui Rektor Zainal Abidin Rahawarin membekukan Lintas setelah tiga hari menerbitkan liputan khusus terkait kekerasan seksual. Pembekuan Lintas tercantum dalam SK Rektor Nomor 92 Tahun 2022, dikeluarkan pada Kamis, 17 Maret lalu. Alasan pembekuan Lintas: pertama, berakhirnya masa kepengurusan anggota Lintas periode 2021-2022. Kedua, keberadaan Lintas tidak sejalan dengan visi dan misi IAIN Ambon.

Sehari sebelum surat sensor dilayangkan, pengurus Lintas diminta mengikuti rapat bersama petinggi kampus di Ruang Senat Institut, gedung Rektorat lantai tiga, Rabu, 16 Maret. Rapat itu dipimpin Kepala Biro Administrasi Umum Akademik dan Kemahasiswaan (AUAK) Jamaludin Bugis. Petinggi yang lain, Ketua Senat Institut Abdullah Latuapo, Dekan Fakultas Ushuluddin dan Dakwah (Uswah) Yamin Rumra, Dekan Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam Anang Kabalmay, serta sejumlah dosen dan pegawai.

Rapat yang dipimpin Jamaludin Bugis itu bertujuan meminta Lintas memberikan data korban kekerasan seksual untuk membuktikan bahwa berita yang diturunkan Lintas bukanlah berita bohong.

Jamaludin mendesak Pemimpin Redaksi (Pimred) Lintas Yolanda Agne menyerahkan data itu di dalam rapat tersebut. Namun Yolanda, penjabat Direktur Utama Lintas M. Sofyan Hatapayo, dan Redaktur Pelaksana Majalah Lintas Taufik Rumadaul, menolak.

Alasannya, membuka nama korban pelecehan seksual merupakan pelanggaran Kode Etik Jurnalistik, yang mengatur soal kewajiban wartawan melindungi identitas korban kekerasan seksual. Yolanda menawarkan, jika kampus mau serius mengusut kasus kejahatan seksual, maka harus membuat tim investigasi atau satuan tugas penanganan kekerasan seksual.

Kategori :