Kesiapan Psikologis Sebelum Menikah: Mengapa Konseling Pra-Nikah Penting
Pentingnya konseling pra-nikah yang diadakan Program Studi, Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.-foto:dok sumeksco-
Oleh: Amalia Juniarly, S.Psi., M.A., Psikolog
(Dosen Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya)
BANYAK pasangan yang bersiap memasuki pernikahan hanya berfokus pada hal-hal fisik seperti pesta pernikahan atau kesiapan finansial, tetapi seringkali melupakan aspek psikologis yang juga penting.
Padahal, kesiapan psikologis menjadi kunci dalam menjalani kehidupan pernikahan yang sehat dan harmonis. Pernikahan bukan hanya tentang menggelar pesta, tetapi juga kesiapan untuk hidup bersama dalam suka dan duka.
Di balik perayaan indah yang dirancang, kesiapan psikologis untuk menghadapi dinamika hubungan jangka panjang juga sangat diperlukan. Sayangnya, aspek psikologis ini sering kali terabaikan, padahal pernikahan memerlukan lebih dari sekadar kesiapan fisik atau finansial.
Banyaknya kasus perceraian di Indonesia menjadi salah satu contoh penilaian kesiapan diri yang mungkin kurang diimbangi dengan pemahaman matang terkait kehidupan pernikahan (Rahmah & Kurniawati, 2022).
Berdasarkan data Dirjen Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung yang dihimpun Badan Pusat Statistik (BPS), ada 408.347 perceraian yang terjadi sepanjang 2023 dan ada 516.344 perceraian yang terjadi di tahun 2022.
Konseling pra nikah.-foto:dok sumeksco-
Menurut Olson, Defrain dan Skogrand (2006), perceraian terjadi karena pasangan suami istri tidak siap menghadapi tantangan yang muncul dalam sebuah keluarga. Sementara menurut Fathya dan Asep (Kamarusdiana, Yusuf, Hakim & Dahri, 2022), ketidaksiapan pasangan suami istri disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang kehidupan berkeluarga.
Dalam hal ini, pengetahuan tentang keluarga mencakup berbagai aspek yaitu iman, psikologi, kesehatan, ekonomi, dan lain sebagainya (Hakim, 2016). Pengetahuan seperti ini diperoleh pasangan yang akan menikah dengan mengikuti pendidikan pra-nikah.
Di sinilah pendidikan pranikah menjadi kebutuhan mendesak dalam rangka penerapan hukum keluarga. Urgensi pendidikan pra-nikah memberikan pengetahuan dan keterampilan yang dapat digunakan dalam membina hubungan suami istri untuk mengurangi terjadinya konflik keluarga.
Survei yang dilakukan Stanley, Amato, Johnson dan Markman (2006) menunjukkan bahwa pendidikan pra-nikah memberikan kepuasan pernikahan sekaligus mengurangi konflik, sehingga mengurangi perceraian sebesar 31%.11. Pendidikan pra-nikah ini bisa juga dikenal dengan istilah konseling pra-nikah.
Hasil penelitian Markman dan Rhodes (2012) menunjukkan bahwa sejumlah besar peserta Program Pencegahan dan Peningkatan Hubungan (PREP) saat bertunangan dan akan menikah berharap mereka mengetahui lebih banyak tentang pasangannya sebelum menikah, dengan mengatakan bahwa mereka akan belajar caranya menangani perbedaan dengan lebih baik atau meninggalkan hubungan.
Mengingat urgensi dari konseling pra-nikah, maka untuk memfasilitasi kegiatan tersebut, Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya melakukan kegiatan pengabdian masyarakat yang dibiayai oleh Universitas Sriwijaya.
Kegiatan konseling pra-nikah dilakukan pada tanggal 21-22 September 2024 di Roemah Demang, dengan 10 sesi pertemuan / pasangan. Sebelum melakukan sesi konseling pra-nikah, terlebih dahulu dilakukan perekrutan peserta konseling oleh tim mahasiswa Program Studi Psikologi. Perekrutan dilakukan kurang lebih selama satu bulan melalui media sosial. Namun, tim pengabdian hanya mendapatkan 2 pasang calon pengantin.
Ini mungkin terjadi karena tidak banyak pasangan calon pengantin yang memahami manfaat konseling pra-nikah ini. Padahal menurut Stanley (Markman & Rhodes, 2012) bahwa salah satu manfaat potensial dari pendidikan hubungan atau konseling pra-nikah ini adalah dapat membantu beberapa pasangan yang berada pada jalur yang keliru atau terlalu dini menuju pernikahan mempertimbangkan kembali rencana mereka.
Selain itu, konseling pra-nikah yang berorientasi pada individu dapat membantu individu mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan hubungan yang sehat dan juga membantu mereka mengakhiri hubungan-hubungan yang tidak aman atau tidak sehat (Rhoades & Stanley, 2011).
Setelah didapatkan peserta, maka selanjutnya dilakukan asesmen terhadap kedua pasang calon pengantin. Hasil asesmen digunakan untuk merancang kegiatan konseling selama 10 sesi pertemuan. 1 sesi pertemuan kurang lebih dilakukan selama 1 jam. Kegiatan asesmen dipandu oleh tim mahasiswa dari Prodi Psikologi, FK UNSRI.
Kegiatan konseling pra-nikah sendiri dipandu oleh dua orang dosen Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran Unsri, yaitu Amalia Juniarly, S.Psi., M.A., Psikolog dan Angelina Hosana Zefany Tarigan, S.Psi., M.Psi.
Dalam kegiatan ini peserta dipandu untuk mengembangkan rasa pengertian dan empati dua arah yang mendalam ; memperkuat kekuatan komunikasi pasangan dan menuju area pertumbuhan ; mendiskusikan hal-hal yang dapat dinegosiasikan oleh masing-masing pasangan dan pandangan/keyakinan yang tidak dapat dinegosiasikan tentang pernikahan dan harapan pasangan; berlatih kemampuan berkomunikasi secara positif dan belajar untuk mengomunikasikan area perselisihan ; pasangan mampu mengidentifikasi kekuatan dan area pertumbuhan dan pasangan mengidentifikasi secara nyata sarana untuk mendorong pertumbuhan ; serta menilai kepuasan hubungan, apakah hubungan berfungsi, dan untuk memilih langkah selanjutnya.
Dari hasil konseling diketahui bahwa kedua pasang calon pengantin sangat puas dengan semua aspek yang dimiliki dalam hubungan mereka, yaitu kepuasan umum dalam hubungan; komunikasi dalam hubungan; keintiman dan kedekatan emosional; dukungan dan kerjasama; penyelesaian konflik; keseimbangan kehidupan pribadi dan hubungan; serta kepuasan secara kesuluruhan atas hubungan yang dimiliki saat ini.
Hasil survey kepuasan mengikuti kegiatan menunjukkan bahwa semua peserta (100%) menilai kegiatan ini sangat memuaskan, baik secara kualitas materi konseling ; kejelasan dan penyampaian konseling oleh psikolog dan konselor; fasilitas dan sarana pendukung ; waktu pelaksanaan dan durasi kegiatan ; keramahan dan profesionalitas panitia.
Serta manfaat yang diperoleh dari kegiatan ini. Ada dua peserta menambahkan saran untuk membuat kegiatan ini lebih sering dilakukan lagi ke depannya karena sangat berguna untuk mempersiapkan pasangan sebelum menikah, sehingga dapat membantu pasangan menyiapkan diri sebelum pernikahan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: