Dirjen HAM Soroti Peningkatan Kasus ABH, Dorong Perbaikan Implementasi Restorative Justice

Dirjen HAM Soroti Peningkatan Kasus ABH, Dorong Perbaikan Implementasi Restorative Justice

Direktur Jenderal HAM, Dhahana Putra, menyoroti peningkatan kasus anak berhadapan dengan hukum (ABH) di Indonesia dan mendorong penerapan restorative justice yang lebih efektif guna melindungi hak-hak anak dan memberikan keadilan bagi korban.--

Undang-undang ini menekankan pentingnya pendekatan restorative justice dalam menangani kasus pidana yang melibatkan anak-anak.

BACA JUGA:Menteri Agama RI Bahas Penyelenggaraan Haji dengan Arab Saudi, Berikut Jadwal Musim Haji Tahun 1446 Hijriah

BACA JUGA:Cetak Rekor Penonton Terbanyak, FIFA Harus Loloskan Timnas Indonesia ke Final Piala Dunia

Dalam Pasal 5 ayat (1) UU SPPA dinyatakan bahwa sistem peradilan pidana anak wajib mengutamakan pendekatan restorative justice.

Salah satu bentuk implementasi restorative justice yang diperkenalkan dalam UU SPPA adalah konsep diversi, yaitu pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan.

Pasal 7 ayat (1) UU SPPA menyatakan bahwa diversi wajib diupayakan bagi anak yang berhadapan dengan hukum pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan negeri, dengan syarat tindak pidana yang dilakukan diancam dengan pidana penjara di bawah tujuh tahun dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana.

Namun, Dhahana menekankan bahwa adanya peningkatan kasus kejahatan serius seperti pembunuhan dan kekerasan seksual yang dilakukan oleh anak, di mana ancaman pidananya melebihi tujuh tahun, membuat penerapan diversi menjadi terbatas.

BACA JUGA: Samsung Galaxy A55: Ponsel dengan Fitur Unggulan untuk Gaming

BACA JUGA:Kendaraan Melintas Ruas Tol Terpeka di Long Weekend Tercatat 47.946 Kendaraan

"Diversi dalam UU SPPA tidak berlaku untuk kasus dengan ancaman pidana di atas tujuh tahun. Ini menjadi tantangan yang perlu diatasi dengan penyesuaian regulasi," ujar Dhahana.

Dhahana mengusulkan agar pemerintah melakukan penyesuaian terhadap UU SPPA untuk memperjelas kapan rehabilitasi dapat diberikan kepada anak yang terlibat dalam kejahatan berat dan kapan proses hukum formal harus diterapkan.

"Penyesuaian ini harus memperjelas kapan rehabilitasi dapat diberikan dan kapan proses hukum formal lebih sesuai, dengan tetap mempertimbangkan keadilan bagi korban, tanpa mengabaikan hak-hak anak," jelasnya.

Ia berharap bahwa dengan revisi UU SPPA, proses hukum yang melibatkan anak dapat lebih adil dan sesuai dengan dinamika tindak kriminal yang semakin berkembang.

BACA JUGA:Kendaraan Melintas Ruas Tol Terpeka di Long Weekend Tercatat 47.946 Kendaraan

BACA JUGA:Api Hanguskan Rumah Milik Warga Sungai Keruh Muba, Persis di Samping Rumah Kades

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: