Cartier Tortue Monopoussoir, Jam Tangan dengan Keindahan Nuansa Klasik yang Tiada Duanya

SUMEKS.CO - Jam tangan Cartier Tortue Monopoussoir baru tampil dengan keindahan nuansa klasik dan hadir dalam pilihan platinum atau emas kuning. Masing-masing varian dibatasi hanya dalam 200 unit saja. 

Untuk model platinum memiliki kisaran harga Rp 900 jutaan, sedangkan versi emas kuning dalam kisaran harga Rp800 jutaan.

Meskipun sebagian besar orang mungkin mengasosiasikan jam tangan Cartier dengan Tank yang ikonik, Tortue lima tahun lebih tua darinya, artinya punya sisi historis yang lebih dalam.

Ini adalah kasus kedua dari Maison, setelah Santos-Dumont. Namun baru pada tahun 1928, hal ini menjadi sebuah platform untuk komplikasi. 

BACA JUGA:Huawei Watch GT Runner, Jam Tangan Pintar Paling Mumpuni Khusus untuk Pelari

BACA JUGA:3 Jam Tangan Terinspirasi Keindahan Bulan, Benda Langit yang Mengelilingi Bumi

Cartier Tortue Monopoussoir mendapat casing baru berukuran diameter 34mm dan panjang 43mm dengan jendela safir bundar di bagian belakang casing. --

Dalam satu tahun, Cartier memperkenalkan repeater menit dan kronograf monopusher ( monopoussoir dalam bahasa Prancis).

Perlu diketahui sebagai wawasan sejarah, bahwa Monopoussoir varsi asli hanya berukuran diameter 25mm dan panjang 35mm dan terlihat sangat berbeda dari versi modern yang sekarang. 

Bezelnya jauh lebih sempit, dan kenopnya lebar dan rata. Kaliber di dalamnya dibuat oleh European Watch & Clock Company, perusahaan patungan antara Edmond Jaeger dan Cartier. 

Monopoussoir Tortue asli ini sangat langka. Bahkan di antara sedikit yang diketahui keberadaannya, variasi terjadi pada tata letak dial.

BACA JUGA:Memperkenalkan Jam Tangan Arnold & Son Longitude Titanium Baru, Dialnya Sungguh Memukau

BACA JUGA:Strap Jubilee Vs Oyster, Mana yang Lebih Keren Dipasangkan Pada Jam Tangan Rolex GMT-Master II?

Kronograf Tortue Monopoussoir muncul kembali pada era Collection Privée Cartier Paris (1998–2008), kali ini menampilkan kaliber THA, hasil kerja sama Vianney Halter, Fançois-Paul Journe, dan Denis Flageollet. 

Sumber: