Dua Lembaga Islam Beda Pendapat Terkait Pewarna Karmin Pada Yogurt dan Yakult, Pemerintah Diminta Turun Tangan

Dua Lembaga Islam Beda Pendapat Terkait Pewarna Karmin Pada Yogurt dan Yakult, Pemerintah Diminta Turun Tangan

--

SUMEKS.CO,- Masih simpang siur,  mengenai boleh atau tidaknya mengkonsumsi makanan atau minuman yang mengandung pewarna Karmin atau Cochineal, yang mengemuka beberapa hari belakang.

Pasalnya, dari satu sisi Lembaga Bahstul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU) Provinsi Jawa Timur menyatakan zat pewarna makanan khususnya Karmin dinyatakan haram untuk dikonsumsi.

Dari informasinya, LBMNU menyatakan haram karena pewarnaan merah yang berasal dari Karmin atau Cochineal adalah serangga atau kutu daun yang tidak layak dikonsumsi.

Lebih rincinya, LBMNU berpendapat berdasarkan pemahaman Mazhab Syafi'iyah bahwa bangkai atau maitah selain bangkai ikan dan belalang adalah haram dan najis hukumnya untuk dikonsumsi.

BACA JUGA:Tak Hanya Yogurt dan Yakult, KH Marzuqi Mustamar Ternyata Juga Haramkan Es Krim untuk Dikonsumsi

Hal tersebut sebagaimana ditegaskan oleh salah satu Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur KH Romadlon Chotib.

"Kita dari kalangan orang-oramg Syai'iyah telah memutuskan bahwa (Karmin) itu merupakan bagian yang diharamkan," kata Kiayi Romadlon dikutip dari berbagai sumber informasi, Sabtu 30 September 2023.

Sementara itu, pendapat berbeda ditegaskan oleh pihak Majelis Ulama Indonesia melalui ketua bidang fatwa MUI Prof. Dr. KH Asrorun Ni'am Sholeh MA, dalam sebuah video sangat menghormati adanya perbedaan mengenai pendapat yang saat ini sedang terjadi.

Dalam penjelasannya, perbedaan pendapat yang saat ini terjadi terkait mengenai haram atau tidaknya penggunaan pewarna Karmin untuk kepentingan produk pangan.

BACA JUGA:Yogurt Dan Yakult Haram Dikonsumsi, Kyai Marzuqi Sebut Mengandung Pewarna Merah Karmin, Warganet Bingung

Mengenai hal itu, kata Asrorun MUI secara khusus telah melakukan pengkajian yang cukup panjang terkait masalah hewan Karmin atau dalam bahasa ilmiah cochineal.

"Dan karena itu, pada tahun 2011 MUI melakukan pembahasan secara intensif," kata Asrorun dalam video yang diunggah oleh akun @MUIpusat yang diunggah Kamis 28 September 2023.

Dalam pembahasan itu, kata Asrorun MUI mengahdirkan pandangan ahli diantaranya Doktor Purnama Hidayat seorang ahli entomologi dari IPB.

Selain itu, lanjutnya ada Doktor Mulyorini yang disertasinya secara khusus menulis, meneliti terkait blue insecticide dari Cardiff University Inggris.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: