Hanya Ada 1 Penangkar Benih Sawit Resmi di Kabupaten Lahat, Penangkar Ilegal Belum Bisa Ditertibkan

Hanya Ada 1 Penangkar Benih Sawit Resmi di Kabupaten Lahat, Penangkar Ilegal Belum Bisa Ditertibkan

Penangkaran benih bibit sawit resmi di Kabupaten Lahat.-Foto: dok/sumeks.co-

LAHAT, SUMEKS.CO – Dinas Perkebunan (Disbun) Kabupaten Lahat mengakui, hingga saat ini belum bisa lakukan penertiban terhadap penangkar benih ilegal di Kabupaten Lahat.

Hal itu dikarenakan, belum adanya Peraturan Gubernur (Pergub) yang jadi acuan untuk membuat Peraturan Bupati (Perbub). Terkait larangan dan saksi dari penangkaran bibit ilegal.

Karena itu, penangkar bibit ilegal di Kabupaten Lahat, belum bisa ditindak ataupun dibubarkan.

Kepala Dinas Perkebunan Kabupaten Lahat, Vivi Anggraini SStp Msi, melalui Kabid Produksi, Okta Dinjaya menerangkan, sebenarnya larangan tersebut sudah ada dalam Permentan nomor 50 tahun 2015. Tentang produksi, sertifikasi, peredaran dan pengawasan benih tanaman perkebunan. 

BACA JUGA:Soal Kesiapan Venue Porprov Sumsel 2023, Pemkab Lahat Mengaku Optimis, Tapi Siapkan Opsi Kedua

Ada juga undang-undang nomor 22 tahun 2019, tentang ancaman dan sanksi bagi penangkar ilegal. Yakni terancam enal tahun penjara, denda Rp3 miliar.

“Permentan sudah ada, tapi Pergub belum ada. Karena itu, untuk lakukan pendataan hingga penindakan, kita belum berani. Karena juga harus melibatkan instansi terkait, seprti jaksa, polisi, TNI, juga pihak Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Perkebunan Provinsi Sumsel,” terang Okta, Kamis 19 Januari 2023.

Okta menyebut, untuk di Kabupaten Lahat, baru ada satu penangkar resmi. Yakni penangkar Ngundi Rahayu di Sp 6 Kelurahan Sari Bungamas, Kecamatan Lahat Kabupaten Lahat.

Mayoritas bibit benih yang ditangkarkan, ialah benih kelapa sawit. Karena, sawit jadi salah satu komoditas tanaman perkebunan terbesar di Kabupaten Lahat setelah kopi.

BACA JUGA:Gelaran Porprov Sumsel 2023 Dimajukan Bulan September, Pembangunan Venue di Lahat Mengkhawatirkan

Dimana pada masa tertentu, batang tandan berduri tersebut juga harus alami peremajaan (replanting), sehingga membutuhkan benih baru.

“Saat ini tercatat, untuk kebun sawit rakyat saja, sudah sekitar 16 ribu hektar. Namun data itu belum masuk di Kementan, karena belum bisa lakukan sensus. Perkebunan sawit kita ini, masuk terbesar ke tiga di Sumsel, setelah Kabupaten Ogan Ilir, dan Kabupaten Banyuasin,” jelasnya.

Terkiat penangkaran benih ilegal, diakui Okta, peredaran kecambah kelapa sawit ilegal saat ini semakin mengkhawatirkan. Sebab tidak hanya dijual door to door ke rumah warga atau petani. Tapi juga dijual secara online tanpa izin dari sumber benih resmi.

Diakuinya, harga benih sawit ilegal tersebut memang lebih murah, ketiban dengan harga benih yang ada di penangkaran. Tapi benih ilegal tersebut tidak mengantongi sertifikat resmi. Sehingga tidak diketahui jelas, apakah benih tersebut memang benih unggulan atau tidak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: