Pengacara Istri Irjen Ferdy Sambo Minta Kliennya Tak Diperiksa Berulang, Cukup Direkam
Istri Irjen Pol Ferdy Sambo, Putri Candrawathi-dok---
JAKARTA - Dalam kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J oleh Bharada E, tak perlu memeriksa istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi (PC).
Sebab beban pembuktian kasus pembunuhan Brigadir J bukan pada Istri Ferdy Sambo.
"Beban pembuktian itu bukan dengan Ibu PC. Tanpa pemeriksaan, hanya verifikasi laporan itu sebenarnya sudah cukup," tegas anggota Tim Kuasa Hukum Putri Candrawathi, Arief Patramijayasaat konferensi pers di Shanghai Express, Jakarta, Kamis (4/8/2022).
BACA JUGA:Kapolri Tunjuk Irjen Syahardiantono Gantikan Ferdy Sambo
Dijelaskannya, pemeriksaan berulang terhadap PC justru dapat berimbas kepada korban kekerasan seksual lainnya di Indonesia.
Kalau istri seorang jenderal saja diperiksa berulang kali, hal serupa bisa terjadi kepada orang lain.
Tim kuasa hukum mengungkapkan bahwa PC telah memberikan keterangan kepada Direktorat Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri sebanyak tiga kali, yakni pada tanggal 9 Juli, 11 Juli, dan 21 Juli 2022.
Dikatakan Patra bahwa pemeriksaan berulang terhadap PC akan alami penghakiman berulang, baik dihakimi oleh keluarga yang tidak percaya, dihakimi oleh masyarakat yang tidak percaya, maupun dihakimi pada saat di persidangan.
"Hal tersebut mengakibatkan kondisi klien kami terus menurun," ujarnya.
Sebagai korban tindak kekerasan seksual, kata Patra, berdasarkan amanat Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual terhadap penyidik, laporan PC harus dianggap benar sampai terbukti sebaliknya.
BACA JUGA:Ya Berubah Lagi, Brigadir Joshua Disebut Sempat Bergulat dengan Bharada Eliezer Sebelum Tewas
Oleh karena itu, pihak kuasa hukum meminta kepada kepolisian untuk merekam pemeriksaan yang dilakukan kepada PC dan menggunakan rekaman tersebut untuk pemeriksaan berulang apabila masih memerlukan keterangan PC.
Keterangan korban kekerasan seksual melalui rekaman, menurutnya, dimungkinkan oleh UU TPKS.
Pasal 49 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual menyatakan bahwa penyidik dapat melakukan pemeriksaan saksi dan/atau korban melalui perekaman elektronik dengan dihadiri penuntut umum, baik secara langsung maupun melalui sarana elektronik dari jarak jauh.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: