Dinamika Perbandingan Sistem Ketatanegaraan Berdasarkan Konstitusi di Indonesia dan Negara Lain
Dinamika perbandingan sistem ketatanegaraan berdasarkan konstitusi antara Indonesia dan negara lain, seperti Singapura dan Malaysia, melibatkan perbedaan mendasar bentuk dan mekanisme pemerintahan yang diatur oleh masing-masing konstitusi.-Dok.Sumeks.co-
Oleh: R. Rizky Putra Iskandar, mahasiswa program studi: Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang, Nim: 24051420092

Rizky Putra Iskandar, mahasiswa program studi: Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang.-Dok.Sumeks.co-
Dinamika perbandingan sistem ketatanegaraan berdasarkan konstitusi antara Indonesia dan negara lain, seperti Singapura dan Malaysia, melibatkan perbedaan mendasar bentuk dan mekanisme pemerintahan yang diatur oleh masing-masing konstitusi.
Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial dengan bentuk kesatuan negara, di mana presiden berperan ganda sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan yang dipilih langsung oleh rakyat sesuai amandemen UUD 1945.
Sistem ini menetapkan batasan kekuasaan eksekutif dari legislatif dan yudikatif yang diatur secara tegas dalam konstitusi sebagai bagian dari trias politika.
Berbeda dengan Indonesia, Singapura menggunakan sistem pemerintahan parlementer dalam bentuk republik parlementer, di mana kekuasaan dijalankan oleh kabinet yang dipimpin oleh perdana menteri, sementara presiden lebih bersifat seremonial.
Konstitusi Singapura yang diberlakukan sejak tahun 1965 menegaskan sistem ini dan menggunakan prinsip common law, berbeda dari Indonesia yang menganut civil law yang dipengaruhi oleh hukum Belanda.
Malaysia, di sisi lain, merupakan negara federal dengan sistem monarki konstitusional, dimana raja menjadi kepala negara dan perdana menteri sebagai kepala pemerintahan, menambahkan dimensi federalisme dan monarki dalam sistem ketatannya.
Dalam aspek perubahan konstitusi, Indonesia menunjukkan dinamika yang signifikan dengan amandemen UUD 1945 sebanyak empat kali yang membentuk sistem presidensial modern yang adaptif dan sesuai perkembangan politik.
Sementara itu, Singapura dan negara-negara lain cenderung mempertahankan konstitusinya dengan stabilitas tertentu sesuai kebutuhan nasional mereka. Perbedaan ini merefleksikan bagaimana sejarah, budaya politik, dan kebutuhan negara memainkan peran besar dalam membentuk sistem ketatanegaraan yang unik di setiap negara.
Pendapat saya dari perbandingan ini adalah bahwa sistem ketatanegaraan yang dibentuk berdasarkan konstitusi suatu negara tidak hanya mencerminkan struktur formal pemerintahan, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai sejarah, sosial, dan filosofis yang membentuk identitas nasional.
Indonesia dengan sistem presidensial serta penegasan wewenang dapat memberikan kestabilan dan kontrol yang jelas antar lembaga negara.
Namun, sistem parlementer seperti di Singapura memberikan keingintahuan dan tanggung jawab tinggi dalam kebijakan politik melalui hubungan erat antara eksekutif dan legislatif. Oleh karena itu, tidak ada sistem yang mutlak lebih baik, melainkan harus disesuaikan dengan konteks dan kebutuhan masing-masing negara.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:


