Menjaga Martabat Pers dari Intimidasi Murahan
Kemas Khoirul Mukhlis--Doc Sumeks.co
Insiden di Kejati Sumsel sepatutnya tidak dianggap kejadian sepele. Ini bukan sekadar persoalan keributan kecil di halaman kantor kejaksaan.
Ia menjadi alarm bahwa kultur intimidasi terhadap jurnalis masih hidup, bahkan dalam perkara yang justru menuntut keterbukaan.
Aparat penegak hukum harus bertindak tegas, bukan hanya untuk memberikan efek jera kepada para pelaku, tetapi juga sebagai pernyataan sikap bahwa negara hadir membela kebebasan pers, bukan membiarkannya tergerus oleh perilaku premanisme.
Perlu disadari, wartawan bukan musuh siapa pun. Mereka bukan pengacau atau penghambat proses hukum.
Mereka adalah perpanjangan mata publik, telinga publik, dan jembatan antara fakta dengan masyarakat.
Tanpa wartawan yang bekerja bebas dari tekanan, publik hanya akan menerima informasi sepotong-sepotong atau bahkan diselimuti ketidakpastian.
Keterbukaan yang dijamin oleh undang-undang juga tak akan pernah terwujud.
Karena itu, peristiwa ini bukan hanya soal martabat pers, tetapi juga martabat demokrasi kita. Intimidasi terhadap jurnalis adalah tindakan murahan yang tidak boleh ditoleransi.
Negara, aparat, institusi penegak hukum, dan masyarakat harus berdiri pada posisi yang sama: bahwa kebebasan pers adalah hak yang harus dilindungi, dijaga, dan dihormati.
Jika kita membiarkan kekerasan kecil ini berulang, maka pelan-pelan kita sedang membangun ruang gelap bagi kekuasaan tanpa pengawasan. Dan di ruang gelap itulah korupsi, manipulasi, serta penyalahgunaan wewenang tumbuh subur.
(Kemas Khoirul Mukhlis)
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:


