PALEMBANG, SUMEKS.CO - Ketua Tim Kuasa Hukum Kms H Abdul Halim Ali, DR Jan Maringka mengatakan, adanya sejumlah kejanggalan dan dugaan rekayasa hukum dalam proses persidangan kliennya yang terlibat kasus dugaan korupsi pengadaan lahan Jalan Tol Betung-Tempino Jambi.
Hal ini diungkapkan Jan Maringka, saat dibincangi usai sidang di PN Tipikor Palembang, Kamis, 4 Desember 2025.
Jan Maringka mengatakan, berbagai kejanggalan itu diantaranya, waktu pelimpahan perkara yang terkesan terburu-buru, hanya seminggu sebelum berlakunya KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) yang baru, yang dianggap lebih memihak pada perlindungan hak asasi manusia.
"Haji Halim tidak pernah diperiksa sebagai saksi, apalagi sebagai tersangka, sebelum dakwaan dilimpahkan. Hal ini menjadi catatan kita, klien kami tidak mengerti mengenai proses ini," kata Jan.
"Demi menghormati kasus hukum yang menimpanya, Haji Halim tetap hadir meskipun menggunakan peralatan medis dan didampingi tim dokter," kata Jan.
Ia menduga dalam kasus yang menimpa Haji Halim dipenuhi manipulasi dan dan penyelundupan hukum dengan tujuan utama agar perkara ini jadi diproses, terbukti dari perubahan dakwaan dari dakwaan pertama menjadi dakwaan ketiga, yang disebutnya sebagai rekayasa hukum.
Jan Maringka menegaskan, bahwa perkara ini adalah mengenai pembebasan lahan untuk kepentingan umum, di mana seharusnya tanaman dan tumbuhan sawit yang telah tumbuh puluhan tahun mendapatkan ganti rugi.
"Jika terjadi keragu-raguan mengenai pihak yang memiliki hak atas lahan, seharusnya dilakukan metode konsinyasi. Namun, hingga saat ini, tidak ada pihak lain yang mengaku memiliki lahan tersebut," katanya.
BACA JUGA:Ribuan Jemaah Gelar Istighosah Doakan Kesembuhan dan Kebebasan Hukum Haji Halim
Selain itu, ia menjelaskan, patok BPN (Badan Pertanahan Nasional) yang menunjukkan bahwa papan sita yang dipasang oleh penyidik berada di dalam lahan HGU (Hak Guna Usaha) milik Haji Halim. Hal ini memperkuat dugaan bahwa tanah itu bukan tanah negara.
"Kalau dikatakan ada kerugian negara, Rp 127 miliar. Itu adalah asumsi semata. Sampai hari ini kami belum menerima dasar perhitungan kerugian tersebut. Perhitungan itu dikatakan berasal dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) atau appraisal yang kemudian diambil alih oleh BPKP, intinya kerugian negara harus nyata," katanya.
Ia menambahkan, pihaknya mengucapkan terima kasih kepada majelis hakim yang berbesar hati karena tidak melakukan penahanan terhadap kliennya.