Salah satunya terkait nilai kerugian negara yang disebutnya tidak memiliki dasar perhitungan yang jelas.
Jan menyatakan bahwa kerugian negara sebesar Rp127,2 miliar, yang tercantum dalam dakwaan tidak dapat disebut sebagai kerugian nyata karena menurutnya hanya berbasis asumsi dan estimasi semata.
HA Halim Ali dengan peralatan medis lengkap turun dari kendaraan guna mengikuti jalannya sidang perdana di PN Palembang--Fadli
Ia bahkan menilai bahwa proses perhitungan oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) yang kemudian diambil alih BPKP justru menimbulkan pertanyaan besar.
“Kerugian negara itu harus nyata, bukan sekadar asumsi belaka seperti yang dibuat Rp127,2 miliar itu. Seharusnya kalau memang dianggap ada, ya dijadikan total loss. Sampai sekarang kami tidak tahu perhitungan itu berasal dari mana,” tegas Jan Maringka usai sidang.
Ia melanjutkan, penggunaan pendekatan asumsi dalam menentukan nilai kerugian negara sudah tidak relevan lagi dan tidak boleh dipraktikkan di era penegakan hukum saat ini.
Jan menilai seluruh perhitungan seharusnya didasarkan pada fakta konkret dan bukti yang terukur, bukan sekadar perkiraan atau interpretasi sepihak.
Menanggapi dakwaan tersebut, pihaknya akan mengajukan nota keberatan (eksepsi) yang akan dibacakan pada sidang berikutnya.
Eksepsi tersebut, menurut Jan, akan memaparkan sejumlah kejanggalan yang menurutnya terdapat dalam dakwaan JPU, termasuk metode perhitungan kerugian negara dan dugaan rekayasa dalam konstruksi perkara.
Sidang selanjutnya dijadwalkan digelar pekan depan dengan agenda mendengarkan pembacaan eksepsi dari penasihat hukum terdakwa.
Publik diperkirakan akan terus mengikuti perkembangan perkara ini, mengingat besarnya perhatian masyarakat serta status terdakwa sebagai salah satu pengusaha ternama di Sumatera Selatan.