Perbandingan Ketentuan Konstitusional Dalam Sistem Politik Multipartai di Berbagai Negara

Selasa 02-12-2025,11:44 WIB

Oleh: M. Nazaldi Rahmadani, mahasiswa program studi Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang, Nim: 24031420071


M. Nazaldi Rahmadani, mahasiswa program studi Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang-Dok.Sumeks.co-

 

Sistem Multipartai dalam Konstitusi Indonesia

Indonesia menganut sistem multipartai yang diatur dalam Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 pasca-amandemen, memungkinkan berbagai partai politik terbentuk untuk mencalonkan presiden dan wakil presiden dengan ambang batas pencalonan 20 persen suara nasional. 

Ketentuan ini bertujuan menyeimbangkan pluralitas politik dengan stabilitas presidensial, dimana Mahkamah Konstitusi berwenang membubarkan partai yang melanggar prinsip demokrasi atau hak asasi manusia sesuai Pasal 28J ayat (2). Sistem ini mencerminkan transisi reformasi yang mendorong kebebasan berserikat sambil membatasi fragmentasi melalui izin yang diberikan dan ambang batas parlemen.

 

Dibandingkan dengan Negara Presidensial Lain

Di negara-negara presidensial multipartai seperti Meksiko, Panama, dan Georgia, konstitusi menetapkan ambang batas parlemen untuk membatasi jumlah partai yang lolos ke parlemen, mencegah fragmentasi seperti yang terlihat dalam 20 konstitusi presidensial multipartai yang dianalisis.

Chile dan Suriname secara konstitusional mengatur sistem pemilu proporsional terbuka untuk mendukung multipartai, sementara Siprus menyiarkan kegiatan partai hingga pembubaran jika bertentangan dengan demokrasi.

Sebanyak 14 negara presiden multipartai memasukkan ketentuan pembubaran partai langsung dalam konstitusi mereka, berbeda dengan Indonesia yang lebih bergantung pada pemerintahan pasca-pemilu.

Ketentuan di Negara Multipartai Lain

Jerman, sebagai negara parlementer multipartai, mengatur kedudukan partai istimewa dalam Grundgesetz (UUD) dengan dukungan dana negara dan ambang batas 5 persen suara nasional untuk masuk parlemen, menjamin stabilitas pemerintahan tanpa fragmentasi ekstrem.

Di negara-negara ini, konstitusi sering kali membatasi partai-partai ekstremis melalui larangan ideologi anti-demokrasi, mirip dengan Indonesia, tetapi dengan penekanan yang lebih kuat pada fondasi dan transparansi. Perbedaan utama terletak pada kesamaan: Indonesia mengharuskan adanya ketentuan besar untuk eksekutif, sedangkan Jerman memungkinkan adanya ketentuan kecil untuk legislatif.

Menyikapi ini saya berpendapat bahwa Sistem multipartai konstitusional seperti di Indonesia efektif merepresentasikan kesejahteraan masyarakat, tetapi rentan terhadap kondisi pragmatis yang mengurangi akuntabilitas; pendekatan negara seperti Jerman atau Meksiko dengan ambang batas ketat lebih unggul untuk stabilitas, meskipun risikonya melemahkan oposisi minoritas.

Kategori :