Sebaliknya pola komunikasi yang kurang baik di media sosial akan dapat menimbulkan dampak negatif. Seperti adanya postingan dari pejabat publik yang terkesan mengabaikan aksi protes dari masyarakat menyebabkan banyaknya kecaman netizen dan menimbulkan demonstrasi besar-besaran di Indonesia, yang akhirnya menyebabkan terjadinya aksi anarkis dan penjarahan yang merugikan banyak.
Berkaca dari fenomena menarik dimana media sosial memegang peranan penting dalam membentuk persepsi dan kepercayaan publik saat ini, maka pejabat publik perlu:
1. Meningkatkan Sensitivitas Sosial: Gaya komunikasi harus lebih peka terhadap kondisi masyarakat, terutama saat terjadi krisis atau isu sensitif.
2. Mengutamakan Subtansi: Komunikasi di media sosial harus tetap berorientasi pada penyampaian informasi yang jelas dan substansial, bukan sekadar pencitraan.
3. Memahami Karakteristik Platform: Setiap platform memiliki karakteristik berbeda. Pejabat perlu beradaptasi dan menggunakan setiap platform secara efektif.
4. Mengelola Reputasi Digital: Membangun citra positif memerlukan konsistensi dan responsivitas. Reputasi digital yang buruk dapat merusak citra secara keseluruhan.
5. Memerangi Disinformasi: Pejabat harus proaktif dalam mengklarifikasi hoaks dan disinformasi yang beredar di media sosial untuk melindungi opini publik.
Kesimpulannya, gaya komunikasi pejabat publik di media sosial memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk opini publik di Indonesia. Dari gaya humanis yang membangun kedekatan hingga gaya yang provokatif yang memicu polemik, media sosial menjadi medan yang menentukan popularitas dan reputasi. Pejabat yang mampu mengelola komunikasi digital dengan bijak, sensitif, dan berorientasi pada substansi akan lebih mampu membangun kepercayaan publik, sementara yang gagal akan rentan terperosok dalam jebakan pencitraan semata.