Bahkan kotoran puyuh bisa diolah menjadi pakan ikan, menciptakan siklus usaha yang saling mendukung.
BACA JUGA:Wakil Gubernur Sumsel Apresiasi Kinerja PTBA dan Dorong Peran Sosial Perusahaan di RUPS Tahunan 2025
BACA JUGA:RUPST 2024 PTBA: Dukung Kelanjutan Bisnis Berlandaskan Good Mining Practices
Langkah awal dimulai dari pelatihan intensif. Anggota kelompok belajar merawat puyuh, menghitung produksi telur, hingga mengelola keuntungan.
Pada Maret 2024, PTBA menyalurkan 200 ekor puyuh pertama. Hasilnya langsung terasa: telur bertelur sesuai prediksi, keuntungan pun mulai mengalir.
Melihat kesungguhan kelompok, PTBA terus menambah dukungan. Dari 1.000 ekor, kemudian bertambah lagi menjadi 2.000 ekor pada akhir 2024. Kini, jumlah populasi puyuh di kandang Bangsal Pematang mencapai 3.000 ekor.
Setiap hari, kandang menghasilkan 23–25 kilogram telur. Panen dilakukan seminggu sekali dan dipasarkan ke wilayah Tanjung Enim, Muara Enim, hingga Baturaja.
BACA JUGA:PTBA Luncurkan Bukit Asam Mangrove Nexus Initiative, Gerakan Lingkungan Holistik di Pesisir Selatan
BACA JUGA:Transformasi Tanjung Enim Jadi Kota Wisata: PTBA Hadirkan Botanical Garden dan Klawas Waterpark
Harga jual relatif stabil, Rp36.000 per kilogram di Tanjung Enim dan Rp34.000 di Baturaja.
Setelah dipotong biaya pakan dan listrik, keuntungan bersih yang didapat cukup untuk memenuhi upah setara UMR bagi anggota kelompok yang aktif.
Dari 10 anggota, 4 orang mengelola penuh kandang, sementara lainnya membantu sesuai kebutuhan.
Bagi Tonidi dan kelompoknya, budidaya puyuh adalah jalan baru menuju masa depan yang lebih cerah.
BACA JUGA:Tonidi dan Kelompok Bangsal Pematang Sukses Ternak Burung Puyuh Berkat Dukungan PTBA
Mereka berharap usaha ini terus berkembang, mampu menyerap lebih banyak tenaga kerja, dan mengangkat masyarakat dari ketergantungan pada tambang ilegal.