Selain Darul Effendi, jaksa juga menyeret Angga Muharram selaku pelaksana proyek. Berbeda dengan Darul, Angga disebut memperkaya diri hingga Rp2,1 miliar.
Hingga kini, uang hasil korupsi yang dinikmatinya belum dikembalikan. Atas perbuatannya, Angga didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Tipikor.
Eksepsi keberatan atas dakwaan korupsi peta desa atas nama terdakwa Darul Effendi ditolak majelis hakim PN Palembang--
Sementara itu, Darul Effendi dijerat dengan pasal berlapis, yakni Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 jo Pasal 18, atau Pasal 12 huruf b Undang-Undang Tipikor.
Dakwaan berlapis tersebut menunjukkan keseriusan jaksa, dalam menjerat para pelaku agar mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum.
Sidang yang menyita perhatian publik ini menjadi sorotan masyarakat Kabupaten Lahat, mengingat proyek peta desa seharusnya memberi manfaat nyata dalam perencanaan pembangunan.
Alih-alih membantu, proyek tersebut justru menjadi ajang bancakan oknum tertentu yang mengakibatkan kerugian besar bagi negara dan masyarakat.
Dengan ditolaknya eksepsi, kini perhatian publik tertuju pada tahap pembuktian.
JPU Kejari Lahat Dio Abensi SH telah menyiapkan sejumlah saksi kunci, termasuk perwakilan desa yang mengaku tidak pernah menerima hasil peta, serta auditor dari BPK yang menghitung kerugian negara.
Agenda pemeriksaan saksi diharapkan dapat membuka secara terang benderang skema korupsi yang terjadi.
Majelis hakim menegaskan sidang lanjutan akan digelar pada pekan depan, dengan agenda pemeriksaan saksi dari pihak jaksa.
Publik pun menunggu sejauh mana fakta persidangan akan mengungkap peran masing-masing terdakwa dalam kasus korupsi proyek peta desa Lahat dengan nilai kerugian negara Rp4,1 miliar tersebut.