Selain itu, DJKI menyarankan agar ada regulasi khusus seperti Peraturan Daerah (Perda) atau Peraturan Pemerintah (PP) untuk mengatur perizinan dan pelaksanaan kegiatan sound horeg ini.
Hal ini sangat penting untuk menjaga keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan kepentingan umum, serta mencegah gangguan yang bisa merugikan masyarakat.
DJKI juga mengingatkan bahwa sebagai bentuk pertunjukan seni, event organizer yang mengadakan acara dengan menggunakan sound horeg harus memperhatikan izin yang sah dan membayar royalti, mengingat banyak acara yang menggunakan materi lagu dan musik milik kreator lain untuk tujuan komersial.
Ini sesuai dengan ketentuan hak cipta yang berlaku, yang melindungi karya-karya kreator asli.
Sebelumnya, MUI Jatim telah mengeluarkan Fatwa Nomor 1 Tahun 2025 mengenai penggunaan sound horeg.
BACA JUGA:Kemenkum Babel Percepat Harmonisasi Ranperda RPJMD 2025-2029 Kabupaten Belitung Timur
BACA JUGA:Kemenkum Babel Harmonisasikan Ranperbup Perlindungan Sosial Pekerja Kelapa Sawit di Bangka Tengah
Fatwa ini bertujuan untuk mengatur agar penggunaan sound horeg tetap dalam batas yang wajar, tidak melanggar hak asasi manusia, peraturan perundang-undangan, serta prinsip-prinsip syariah.
Selain itu, fatwa ini menekankan agar penggunaan sound horeg tidak membahayakan kesehatan atau menimbulkan kerugian bagi pihak lain, dan apabila terjadi kerugian, maka pihak yang bertanggung jawab wajib memberikan ganti rugi.
MUI Jatim juga mendorong agar sound horeg digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat positif, dengan mengutamakan nilai-nilai agama dan sosial yang bermanfaat bagi masyarakat.
Dalam konteks ini, pengaturan lebih lanjut oleh DJKI dan instansi terkait menjadi penting untuk menjaga keberlanjutan dan keseimbangan antara hak cipta dan norma masyarakat.
BACA JUGA:Komitmen Kanwil Kemenkum Babel Percepat Legalitas Koperasi Merah Putih di Desa/Kelurahan
BACA JUGA:Kemenkum Babel Serahkan Sertifikat Hak Cipta 'Sekuntum Melati' ke Anggota DPR RI
Dengan adanya fatwa ini, DJKI berharap dapat menjadi dasar bagi perumusan regulasi yang lebih jelas dan sistematis, guna menciptakan iklim yang kondusif bagi kebebasan berekspresi serta melindungi hak-hak kekayaan intelektual, khususnya dalam kegiatan yang melibatkan publik.