Transparansi ini membuat kepercayaan publik terus bertambah. Ia menunjukkan bahwa industri sepak bola bukan cuma soal skor akhir, tapi juga soal integritas pengelolaan di balik layar.
“Kita itu (Piala Presiden 2025) enggak pakai uang negara. Sponsor ada banyak. Sponsor yang komitmen Rp68 miliar,” ucap Maruarar Sirait alias Bang Ara.
BACA JUGA:Update Jadwal Piala Presiden 2025, SFC Pernah Runner-up Berikut Ini Daftar Juara dari Tahun ke Tahun
Meskipun hal itu bisa saja dilakukan, Piala Presiden 2025 memilih jalur lain: merdeka secara finansial. Dan di negara yang masih sering mencampuradukkan olahraga dan urusan birokrasi, langkah ini bukan hal sepele.
Kenapa ini penting? Karena sepak bola yang ingin tumbuh sebagai industri harus lebih dulu melepaskan diri dari pola pikir “subsidi”.
Ia harus bisa menjual nilai, membangun kepercayaan, dan menghadirkan produk yang layak beli bagi sponsor, penonton, dan media.
Jika Piala Presiden bisa menunjukkan bahwa turnamen berkualitas bisa berdiri tanpa APBN, maka di situlah harapan baru lahir.
BACA JUGA:Persib Bandung vs Port FC, Duel Panas Pembuka Piala Presiden 2025, Ini Jadwal dan Fakta Lengkapnya
Sponsor sebagai Mitra, Bukan Tambalan
Dalam banyak kasus, sponsor di sepak bola lokal hanya diposisikan sebagai “penutup lubang”. Klub kehabisan uang, lalu mencari sponsor untuk menutupi operasional.
Hubungan ini sering kali transaksional dan jangka pendek. Namun, Piala Presiden mencoba sesuatu yang berbeda: membangun ekosistem yang saling menguntungkan.
Brand-brand besar masuk bukan hanya untuk menempelkan logo di jersey atau backdrop, melainkan juga mendapatkan eksposur melalui media sosial, aktivasi digital, hingga pengalaman penonton di stadion.
BACA JUGA:Persib Bandung vs Port FC, Duel Panas Pembuka Piala Presiden 2025, Ini Jadwal dan Fakta Lengkapnya
BACA JUGA:Update Jadwal Piala Presiden 2025, SFC Pernah Runner-up Berikut Ini Daftar Juara dari Tahun ke Tahun