Jejak Dinasti Ming yang Islami dan Koneksinya dengan Palembang Abad ke-15 hingga ke-17

Rabu 02-07-2025,12:40 WIB

Oleh: HG Sutan Adil

Palembang di Titik Temu Samudera dan Sejarah.

Sejak masa sebelum dan dimasa Sriwijaya, Sumatera telah menjadi sebuah Hub atau Titik Singgah sementera pelayaran Jalur Sutra Laut (Maritime Silk Roads), antara Negeri Tiongkok dan jazirah Arab serta Asia Selatan seperti India maupun sebaliknya, sambil menunggu angin muson yang cocok.

Terdapat banyak kompleks monastery atau madrasah yang sekarang dikenal sebagai sebuah kompleks Candi, tempat banyak pelajar dan peziarah tiongkok mencatat dan menyalin kitab-kitab ajaran leluhur nusantara di Sumatera, seperti; Komplek Candi Bahal di Sumatera Utara, Candi Muara Takus di Kampar, Candi Muara Jambi di Jambi dan Candi Bumiayu di Palembang.

Di abad ke-15 hingga ke-17, Palembang bukan hanya kota tua di tepian Sungai Musi, ia adalah simpul sejarah dunia, tempat berlabuhnya pelaut, pedagang, dan ruh-ruh peradaban. Di antara gelombang zaman itu, terdapat satu babak yang jarang dibuka lebar-lebar: hubungan antara Dinasti Ming yang Islami dari Tiongkok dengan Palembang.

Sebagian besar narasi sejarah Nusantara terlalu sering memusatkan Islamisasi hanya dari arah Gujarat, Hadramaut, dan Jawa. Padahal, sejarah menyimpan catatan penting tentang arus Islam yang datang dari utara, dari negeri Tiongkok, dari Dinasti Ming, dari pelabuhan Nanjing menuju selat Malaka, hingga singgah di Palembang.

Inilah kisah yang menyatukan politik kekaisaran Tiongkok, pelayaran maritim raksasa Cheng Ho, dan pertumbuhan komunitas Muslim Cina (Baba Muslim) di jantung Palembang, yang kelak menjadi bagian dari kebesaran Kesultanan Palembang Darussalam.

Dinasti Ming dan Wajah Islam di Tiongkok

Sejak berdirinya pada tahun 1368 oleh Kaisar Zhu Yuanzhang (Hongwu Emperor), Dinasti Ming telah menjadi ruang tempat Islam tumbuh dan berkembang di jantung Tiongkok. Islam bukan agama asing dalam istana Ming. Justru sebaliknya: Islam menjadi kekuatan budaya dan intelektual, hadir dalam bentuk pejabat Muslim, astronom, juru bahasa, dan diplomat.

Salah satu tokoh Muslim paling menonjol adalah Zheng He (Cheng Ho) — seorang Laksamana agung yang lahir dari keluarga Hui Muslim di Yunnan, yang kemudian menjadi kepercayaan Kaisar Yongle. Antara tahun 1405 hingga 1433, Cheng Ho memimpin tujuh ekspedisi besar menjelajahi Laut Selatan (Nan Hai), mengibarkan panji Dinasti Ming sekaligus membawa diplomasi yang berbalut ruh Islam kedunia Melayu, India, dan Timur Tengah.

Cheng Ho dan Titik Singgah Palembang (1405–1433)

Dalam ekspedisi pertamanya tahun 1405, Cheng Ho tiba di Palembang — sebuah pelabuhan yang strategis dan telah dihuni komunitas Tionghoa sejak masa Sriwijaya. Saat itu, kota ini tengah menghadapi teror bajak laut yang dipimpin oleh Chen Zuyi, seorang kepala bajak laut yang menjadikan Palembang sebagai sarang operasinya.

Cheng Ho, dengan mandat dari Kaisar Ming, menumpas Chen Zuyi di perairan Musi dan membebaskan Palembang. Sebagai gantinya, Dinasti Ming menunjuk seorang tokoh lokal Tionghoa Muslim bernama Shi Jinqing (Syekh Jin Qing) sebagai penguasa setempat pro-Tiongkok. Inilah awal dari hubungan diplomatik Palembang–Ming yang bukan hanya bersifat politis, tetapi juga kultural dan spiritual.

Komunitas Muslim Tionghoa di Palembang: Awal Baba Muslim

Kehadiran Shi Jinqing dan jaringan pelaut Muslim Tiongkok bukan hanya sekilas jejak, tapi cikal bakal pembentukan komunitas Baba Muslim Palembang. Mereka tidak sekadar berdagang, mereka menikah dengan perempuan lokal, membentuk keluarga baru, dan lambat laun mengislamkan komunitas Tionghoa setempat.

Kategori :