Novriansyah kemudian berkoordinasi dengan terdakwa M Fauzi alias Pablo sebagai pelaksana proyek, menanyakan kesediaan memberikan fee sesuai permintaan.
"Terdakwa Pablo kala itu belum bisa menyanggupi langsung dan menyatakan akan mencari donatur sebelum APBD disahkan," ungkap jaksa dalam persidangan.
BACA JUGA:KPK Sebut Tersangka OTT Fee Proyek Hanya Perwakilan, Bikin Seluruh Anggota DPRD OKU Ketar-Ketir
Tak berhenti di situ, pertemuan kedua digelar awal Februari 2025 masih di Rumah Dinas Bupati OKU.
Kali ini dibahas penurunan nilai proyek menjadi Rp35 miliar dan pembagian jatah proyek kepada para kontraktor.
Dalam uraian dakwaan, proyek senilai Rp19 miliar diserahkan kepada Ahmad Sugeng untuk tiga paket, sementara sisanya senilai Rp16 miliar diberikan kepada Ahmad Toha untuk empat paket proyek.
Fee 20 persen dari total nilai proyek, atau sekitar Rp3 miliar lebih, disebut mengalir ke sejumlah pihak, termasuk anggota DPRD OKU dan pejabat dinas terkait.
Atas peranannya dalam aliran suap tersebut, para terdakwa dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf b jo Pasal 55 dan/atau Pasal 13 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 UU Tipikor tentang pemberian suap kepada penyelenggara negara.