Terungkap pula dalam dakwaan, adanya dugaan intervensi langsung dari Anita Noeringhati. Disebutkan bahwa Anita pernah menelepon Ardi Arpan agar melaksanakan empat paket proyek Pokir tersebut.
Kasus ini bermula saat terdakwa Arie Martha Redo, bersama RA Anita Noeringhati, melakukan kunjungan kerja ke Kelurahan Keramat Raya, Kecamatan Talang Kelapa, Banyuasin pada 2023.
BACA JUGA:Kejati Sumsel Geber Penyidikan Korupsi PUPR Banyuasin, Giliran 5 Orang Kontraktor Diperiksa Penyidik
BACA JUGA:Kontraktor Proyek Dinas PUPR Banyuasin Dicecar 20 Pertanyaan Oleh Penyidik Kejati Sumsel
Dari kunjungan itu, mereka menerima empat proposal kegiatan dari ketua RT dan lurah setempat. Anita kemudian memerintahkan agar proposal itu disampaikan ke Kadis PUPR Banyuasin, Apriansyah, yang juga menjadi terdakwa dalam perkara ini.
Apriansyah lalu menghubungi Arie Martha Redo dan mereka bertemu di dekat Gedung DPRD Sumsel. Dalam pertemuan itu, Arie menyerahkan proposal tersebut dan meminta agar diusulkan ke Pemprov Sumsel.
Saksi mantan Kadis PUPR Banyuasin memberikan keterangan terkait pembuktian perkara korupsi proyek PUPR Banyuasin--
Pelaksana proyek disepakati adalah CV HK milik terdakwa Wisnu Andrio Fatra.
Tak hanya itu, dalam pertemuan-pertemuan selanjutnya, disepakati pula adanya "fee proyek" sebesar 20 persen.
BACA JUGA:28 Nama Diperiksa Sebagai Saksi Kasus Korupsi Kegiatan PUPR Banyuasin
BACA JUGA:Kejati Sumsel Pastikan Penyidikan Kasus Korupsi PUPR Banyuasin Menjerat Arie Martharedo Cs Berlanjut
Rinciannya, 7 persen untuk Apriansyah selaku Kadis PUPR, 3 persen untuk panitia lelang (ULP), dan sisanya untuk pihak lain.
Terdakwa Wisnu bersama Ipan Herdiansyah kemudian mentransfer dana ke rekening pribadi Arie Martha Redo sebanyak dua kali: Rp398,8 juta pada 10 Mei 2023 dan Rp208 juta pada 8 Juni 2023.
Sehingga total fee yang diterima Arie dari proyek Pokir Anita mencapai Rp606,8 juta. Atas perbuatannya, Arie Martha Redo dijerat dengan Pasal 3 jo Pasal 18 atau Pasal 11 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Majelis hakim masih membuka peluang untuk mendalami peran RA Anita Noeringhati dalam proyek ini. Publik kini menunggu, apakah sang mantan Ketua DPRD Sumsel akan hadir dan memberikan klarifikasi langsung di hadapan majelis hakim.