Namun, Pemerintah China dengan cepat membatasi akses ke area penemuan untuk melindungi situs dari kerusakan dan spekulasi liar.
Mufti Agung Al-Azhar, dalam pernyataannya, menyebut penemuan ini sebagai “kemungkinan jejak sejarah yang selama ini tersembunyi akibat penulisan sejarah yang tak adil.”
Banyak kalangan menyerukan transparansi dan keterlibatan internasional dalam penelitian lanjutan.
Sementara itu, media sosial dipenuhi diskusi dan spekulasi: Apakah ini benar-benar makam nabi?
Mengapa tidak tercatat dalam sejarah mainstream? Apakah ini akan mengubah peta sebaran Islam di Asia?
Islam di China: Lebih Tua dari yang Diyakini?
Temuan ini juga memperkuat pandangan bahwa Islam mungkin telah menyebar ke Cina jauh sebelum abad ke-7 M.
Selama ini, sejarah menyebutkan bahwa Islam masuk ke Cina melalui jalur dagang pada masa Khalifah Utsman bin Affan.
Namun, keberadaan makam dengan kaligrafi Al-Qur’an yang sangat tua menunjukkan kemungkinan Islam telah dikenal di China daratan melalui Jalur Sutra sebelum era tersebut.
BACA JUGA:Heboh Klaim Penemuan Makam Nabi Zulkifli di Tembok Besar China, Fakta atau Hoaks?
Masjid Huaisheng di Guangzhou—yang diklaim didirikan oleh sahabat Nabi, Sa’ad bin Abi Waqqash—selama ini dianggap bukti tertua penyebaran Islam.
Namun kini, para peneliti diminta mengkaji ulang peta sejarah Islam di Asia Timur.
Lebih dari Sekadar Penemuan Arkeologi
Penemuan ini adalah lebih dari sekadar batu dan ukiran.
Ia adalah kisah yang membuka kembali luka dalam sejarah yang tersembunyi dan membawa harapan akan keterbukaan, pencarian kebenaran, dan penyatuan antara iman, ilmu, dan sejarah.