Ulu juga menjelaskan bahwa tingkat kematangan atau maturitas SPIP dapat diukur dan ditingkatkan. Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, targetnya adalah mencapai tingkat kematangan implementasi SPIP di level 3 dari skala 1 hingga 5 bagi seluruh Kementerian, Lembaga, dan Daerah (K/L/D).
BACA JUGA:Samsung Galaxy Buds 2 Miliki 5 Kelebihan, Desain Juga Kekinian!
BACA JUGA:Siap Bertarung di Pilkada Banyuasin 2024, Askolani - Netta Nomor 1, Slamet - Alfi Nomor 2
Dalam penjelasannya, Ulu Sembiring menekankan bahwa SPIP dan Manajemen Risiko memiliki keterkaitan erat yang saling mendukung.
SPIP adalah proses yang terstruktur, sistematis, dan berkelanjutan yang dilakukan oleh pimpinan serta seluruh pegawai organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Sementara itu, manajemen risiko adalah perpaduan budaya, sistem, dan proses yang bertujuan untuk mengelola risiko, sehingga penerapan SPIP dapat lebih kuat dan mampu mencapai target organisasi.
Sinergi antara BPKP dan Kemenkumham Sumsel diharapkan semakin memperkuat tata kelola yang baik di lingkungan Kemenkumham.
Hal ini juga mendukung upaya Kemenkumham Sumsel dalam membangun Zona Integritas Menuju Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) di tahun 2024, sebagaimana disampaikan oleh Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Sumsel, Dr. Ilham Djaya.
Ia menyatakan bahwa kolaborasi dengan BPKP selaku instansi pembina penyelenggaraan SPIP dan Manajemen Risiko sangat penting dalam mencapai keberhasilan tersebut.
“Dengan adanya pendampingan dari BPKP, kami optimistis bahwa penerapan SPIP dan Manajemen Risiko di lingkungan Kemenkumham Sumsel akan berjalan dengan lebih baik dan mendukung pencapaian Zona Integritas,” ujar Ilham.
Koordinasi ini menjadi langkah strategis untuk memperkuat pengendalian internal dan manajemen risiko di lingkungan Kemenkumham Sumsel. Dukungan penuh dari BPKP diharapkan mampu membawa peningkatan signifikan dalam tata kelola pemerintahan yang transparan, akuntabel, dan berintegritas tinggi di tahun 2024.